Sukacita karena anugerah

Matius 9:9-17

Mengapa Matius mengungkapkan kisah pemanggilan dirinya dan
mengaitkan peristiwa itu dengan kritik murid-murid Yohanes
terhadap Yesus dan para murid-Nya yang tidak berpuasa? Matius
sadar bahwa menjadi murid Tuhan adalah anugerah semata maka
anugerah itu harus direspons dengan sukacita.


Orang Farisi tidak dapat menerima Yesus makan bersama dengan
pemungut cukai dan orang berdosa lain. Bagi mereka dan
masyarakat Yahudi pada umumnya, pemungut cukai punya dosa tiga
rangkap. Dianggap pengkhianat bangsa karena mau menjadi
antek-antek penjajah dengan memungut pajak dari bangsanya untuk
kepentingan bangsa penjajah. Dalam pandangan Taurat, ia seorang
yang najis (Im. 20:5). Ia se-orang yang bergaul dengan
orang-orang berdosa (ayat 10) sehingga patut dikucilkan oleh
orang-orang Yahudi yang mengaku saleh. Ketika Yesus masuk ke
rumah Matius dan makan bersama-sama dengan kelompok orang
berdosa, Ia dianggap sudah mencederai kehormatan pemimpin
Yahudi. Tujuan Yesus jelas, Ia datang untuk memanggil orang
berdosa pulang. Maka ketika orang-orang seperti Matius merespons
panggilan Yesus, sesungguhnya Kerajaan Surga sedang ditegakkan!


Terhadap kritik murid-murid Yohanes, jawaban Yesus justru konsisten
dengan misi-Nya. Yesus datang membawa pembaruan bagi orang
berdosa, maka kedatangan-Nya paling tepat direspons dengan
bersukacita, bukan berpuasa. Orang yang tidak bisa bersukacita
ketika melihat orang lain bertobat adalah orang yang belum
pernah mengalami anugerah Tuhan. Dia adalah orang yang masih
terjebak pada pemahaman lama yang salah, ibarat kantung anggur
tua yang jebol karena tidak sanggup menerima anggur baru.


Seperti Matius kita juga tidak layak di hadapan Allah. Tuhan Yesus
menerima kita apa adanya, bahkan sudah mati bagi kita agar kita
hidup. Tugas kita sekarang adalah mewartakan kabar baik kepada
semua orang yang sama tidak layaknya dengan kita.

Scripture Union Indonesia © 2017.