Pelajaran dari Barukh.

Yeremia 45
Minggu Paskah 5

Pasal ini merupakan penutup bagi kisah Yeremia dan
Yehuda karena nama Yeremia disebut terakhir kalinya
sebagai bagian dari sebuah peristiwa. Berdasarkan
keterangan waktu yang diberikan (1), pasal ini
berhubungan dengan pasal 36.


Sebagai pembantu setia Yeremia, Barukh pasti ikut mengalami
risiko yang hebat dari pelayanan Yeremia (11:18-23;
36:19; 43:3). Mengamati apa yang menimpa Barukh kita
pasti cenderung untuk membenarkan sikap Barukh yang
mengeluh (3), atau paling tidak beranggapan bahwa
reaksi Barukh adalah wajar. Mengapa kita berpikir
demikian? Sebab kesetiaan, kegigihan, dan ketekunan
Barukh tidak seharusnya mendapatkan perlakuan demikian
(lih. pasal 36). Dengan kata lain kita bertanya mengapa
Allah membiarkan hamba-Nya yang setia mengalami itu
semua?


Berdasarkan respons Allah atas keluhan Barukh yang nampaknya
tidak lemah lembut (4-5) ada empat kebenaran yang dapat
kita pelajari. Pertama, kesetiaan, kegigihan, dan
ketekunan dalam pelayanan bukan tiket masuk ke dalam
kehidupan yang bebas dari sakit hati, tangis,
ketakutan, maupun ancaman maut. Kedua, risiko apa pun
yang dialami oleh seorang pelayan Tuhan harus selalu
dilihat dari perspektif tujuan karya Allah yang lebih
besar bagi manusia. Jika Allah bertujuan untuk
meruntuhkan apa yang sudah Ia bangun dan mencabut apa
yang sudah Ia tanam bahkan sekalipun seluruh negeri,
mengapa Barukh memikirkan kepentingannya sendiri?
Ketiga, kesulitan, tekanan, dan ancaman yang dialami
oleh hamba-Nya yang setia sudah diberi batas oleh Allah
(5). Keempat, konsekuensi dosa dari kelompok mayoritas
akan dialami oleh seluruh masyarakat termasuk di
dalamnya orang benar. Seperti Yeremia dan Barukh,
mereka pun harus merasakan kekurangan makanan, hidup di
antara puing-puing, dan dipaksa mengungsi ke Mesir.


Renungkan:
Hidup Kristen sangat dinamis karena melibatkan emosi,
perasaan, dan rasio. Kristen bukan robot. Ia diberi
kesempatan untuk mengobservasi, berinteraksi, dan
menganalisa peristiwa yang terjadi di sekitarnya dan
yang menimpanya. Dengan jalan demikian ia akan menjadi
manusia yang bertumbuh dan berkembang sesuai dengan
kehendak-Nya berdasarkan kerelaannya sendiri. Namun
demikian Allah tetap memberikan batas-batas agar
Kristen tidak sampai dihancurkan.

Scripture Union Indonesia © 2017.