Bahaya pragmatisme.

Yeremia 44:15-30
Minggu Paskah 5

Pragmatisme adalah sebuah pendekatan terhadap masalah
hidup apa adanya dan secara praktis, bukan teoritis
atau ideal, hasilnya dapat dimanfaatkan. Kaum pragmatis
berpendapat bahwa yang baik adalah yang dapat
dilaksanakan serta mendatangkan hal positif dan
kemajuan hidup. Karena itu bagi mereka baik-buruknya
perilaku dan cara hidup dinilai atas dasar praktisnya,
hasilnya, dampak positifnya, manfaatnya bagi yang
bersangkutan, dan dunia sekitarnya. Pendirian pragmatis
dapat lahir sebagai tanggapan kecewa terhadap kenyataan
hidup yang ada.


Pendekatan ini pun dianut oleh kaum Yehuda yang mengungsi
ke Mesir. Apa gunanya percaya dan taat kepada Yahweh
bila mereka tidak menjadi lebih baik? Percaya kepada
Allah, hidup dalam kekuasaan Babel; percaya kepada ratu
sorga, hidup bebas dan berkelimpahan di Mesir (18).
Karena itu walaupun mereka mengakui dengan sadar bahwa
berita yang disampaikan oleh Yeremia berasal dari
Allah, mereka memilih untuk tetap menyembah ratu sorga
karena memberikan manfaat yang langsung dapat dirasakan
bagi mereka maupun komunitas Yehuda di Mesir (16-17).


Paham ini jelas menentang Allah sebagai Allah yang berkuasa
dan mengontrol seluruh alam semesta. Bagi mereka ratu
sorgalah yang berkuasa. Karena itulah Yeremia berusaha
mengembalikan fokus mereka kepada keyakinan bahwa
menyembah allah lain adalah dosa (20-23) dan bahwa
Allah tidak hanya berkuasa atas kehidupan Yehuda namun
juga Mesir (30). Ia juga menegaskan bahwa Allah tidak
dapat mentolerir pragmatisme (26-29).


Renungkan:
Karena itu waspadalah selalu, sebab kita mungkin tetap
rajin ke gereja, memberikan persembahan, ataupun aktif
dalam pelayanan, namun tanpa kita sadari kita sudah
menjadi Kristen yang pragmatis. Mengapa demikian? Sebab
kesulitan ekonomi, persaingan dalam usaha, tuntutan
karier, dan kondisi sosial dan politik yang tidak
stabil yang terjadi di tanah air kita, tidak selalu
dapat diselesaikan dengan tetap mempertahankan ketaatan
kepada firman-Nya. Seringkali justru sebaliknya,
semakin mempertahankan iman kristen, kita semakin
terpuruk dan ‘mandeg’ dalam karier. Oleh sebab itu kita
harus senantiasa mengarahkan mata dan hati kita pada
kebenaran bahwa Allah berada di balik semua kesuksesan
dan kegagalan.

Scripture Union Indonesia © 2017.