Cinta kekuasaan atau Tuhan?

Markus 14:1-2

Sungguh ironis, menjelang Hari Raya Paskah dan hari Raya Roti tidak beragi para imam kepala dan ahli-ahli Taurat justru mengadakan pertemuan untuk merencanakan penangkapan dan pembunuhan Yesus dengan tipu muslihat (Mrk. 14:1). Sebagai imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, sesungguhnya mereka tahu betul apa yang seharusnya dipersiapkan menjelang kedua hari raya tersebut (Bil. 28:16-25; Ul. 16:1-8). Seharusnya waktu itu mereka mempersiapkan diri untuk upacara kurban dan mengadakan perkumpulan kudus. Akan tetapi, mereka justru sibuk memikirkan strategi dan waktu yang tepat untuk menangkap dan membunuh Yesus (Mrk. 14:2). Mereka yang selalu berpikir dan menganggap diri sebagai penjaga hukum Allah justru bertindak sebagai pelanggar hukum-hukum Allah. Mereka tidak ingat lagi akan tugas utama sebagai imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat.


Apa yang menyebabkan para imam kepala dan ahli taurat bertindak demikian? Iri hati terhadap Yesus membuat mereka melupakan hukum Taurat yang sangat mereka pegang itu. Yesus dilihat sebagai musuh yang mengancam kedudukan, kuasa dan popularitas mereka. Demi mempertahankan kedudukan, kuasa, dan popularitas, siapapun bisa dibinasakan, sekalipun harus menggunakan cara-cara yang licik dan penuh tipu muslihat. Mereka sama sekali tidak takut akan Allah, sebaliknya yang menjadi fokus mereka adalah pandangan orang banyak supaya posisi, kekuasaan, dan wibawa mereka tetap terpelihara.


Kecintaan terhadap kekuasaan dan popularitas bisa membuat seseorang kehilangan hati nurani bahkan melupakan Tuhan. Apa pun bisa dilakukan untuk mendukung tindakannya termasuk memakai aturan-aturan agama sebagai alat untuk pembenaran. Sebagai seorang pengikut Kristus, kita harus bisa memilih: mana yang paling kita cintai, "Tuhan" atau "kekuasaan dan popularitas"? Kekuasaan dan popularitas bukanlah segala-galanya, tetapi jika kita memiliki itu semua, pergunakan itu sebagai alat untuk melayani Tuhan dan sesama serta bukan untuk memuaskan keinginan diri sendiri.

Scripture Union Indonesia © 2017.