Mengenal keluarga Yesus rupanya menjadi penghalang bagi orang-orang
Yahudi untuk mempercayai Yesus (ayat 42). Mereka hanya bisa
melihat Dia sebagai putra tukang kayu. Mereka tidak mau
mempercayai bahwa Yesus adalah Anak Allah. Tak mudah pula bagi
mereka untuk memahami bahwa Yesus adalah roti yang telah turun
dari surga (ayat 41).
Sebenarnya hal itu tidak mengherankan. Orang percaya kepada Yesus
bukan karena ia yang memilih untuk percaya, melainkan karena Bapa
yang menarik dia untuk percaya (ayat 44). Orang itulah yang akan
dibangkitkan Yesus pada akhir zaman. Sebab ia telah menerima sang
Mesias. Orang-orang Yahudi yang bersungut-sungut itu jelas tidak
dapat ambil bagian di dalam Kerajaan Allah karena mereka tidak
menerima pengajaran-Nya. Melalui tindakan mukjizat memberi makan
orang banyak itu, Yesus menyatakan bukan saja kuasa-Nya membuat
mukjizat, tetapi Ia sendirilah sang roti hidup. Roti hidup
merupakan kiasan atas tubuh-Nya yang Ia korbankan untuk memberi
kehidupan kekal. Itulah harga yang harus Yesus bayar agar manusia
dapat masuk ke dalam Kerajaan Surga. Begitu mahalnya hingga Yesus
harus mengorbankan diri-Nya sendiri. Ini memperlihatkan kepada
kita realitas terdalam kasih Allah, yang menjawab kenyataan gelap
manusia dengan jalan pengorbanan hidup Yesus. Meski jawab Yesus
ini bertujuan membongkar kedangkalan orientasi hidup orang-orang
Yahudi mereka perlu disentakkan bahwa hanya dengan menerima Yesus
dan pengorbanan-Nya kelak mereka dapat diluputkan dari maut dan
bukan sekadar dari kelaparan sesaat. Dialah "roti dari surga".
Orang yang menerima Dia niscaya memperoleh hidup yang kekal (ayat
45-47, 58).
Bila kita telah percaya kepada Kristus, kita harus bersyukur karena
itu berarti Bapa telah menarik kita untuk percaya. Percaya itu
harus ditujukan kepada Yesus dan pengorbanan-Nya. Marilah kita
terus setia dalam iman kita agar sekarang dan seterusnya kita
menjalani kehidupan kekal di dalam Dia.