Nazir, yang bisa berarti terpisah, adalah sebutan bagi orang yang
berikrar bahwa ia akan dikhususkan (dipisahkan) bagi Allah.
Laki-laki atau perempuan bisa saja berikrar menjadi nazir bila
ingin mendedikasikan dirinya dalam pelayanan kepada Allah. Nazir
bisa berlaku seumur hidup, seperti Simson, Samuel atau Yohanes
Pembaptis. Mereka dipersembahkan oleh orang tua mereka untuk
melayani Allah, bahkan sebelum mereka lahir (Hak. 13:5; 1Sam.
1:11; Luk. 1:15). Nazir juga bisa bersifat temporal, artinya
seseorang untuk sementara mempersembahkan waktunya untuk melayani
Allah.
Ada tiga syarat bagi seorang nazir. Pertama, nazir tidak boleh makan
segala sesuatu yang berasal dari pohon anggur, baik buahnya atau
makanan/minuman yang diolah dari buah anggur (3-4). Sebab anggur
melambangkan kenikmatan yang memabukkan dan daya tarik
penyembahan berhala (band. Hos. 3:1, kismis: buah anggur yang
dikeringkan). Nazir harus berpantang dari segala sesuatu yang
memabukkan supaya dapat menguasai diri sebagai seseorang yang
dikhususkan bagi Allah. Kedua, nazir tidak boleh memotong
rambutnya (5). Bagi nazir, rambut yang tumbuh adalah tanda
dirinya milik Allah yang mempersembahkan diri untuk melayani
dengan segala kekuatan. Ketiga, nazir tidak boleh melakukan
kontak fisik dengan mayat orang, siapapun dia (6-7). Tetapi bila
dalam kondisi tak terduga dia tersentuh mayat maka dia harus
menyucikan dirinya (8-12). Nazir memang harus hidup dalam
kekudusan karena dia melayani Allah. Bila waktu kenazirannya
habis, ia harus memberikan persembahan kepada Allah sebagai
ungkapan syukur karena telah memenuhi nazarnya (13-20).
Sekarang memang tidak ada istilah nazir. Dan kita tidak perlu menjadi
nazir untuk menjalani hidup kudus. Sebagai umat tebusan Kristus,
kita telah dikuduskan oleh darah-Nya. Maka memelihara kekudusan
dan hidup melayani Dia seharusnya menjadi ciri umat milik
Kristus.