Berpuasa, untuk apa?

Matius 6:16-18

Petunjuk Tuhan Yesus tentang puasa ini menunjukkan bahwa
kebiasaan berpuasa masih terus dilakukan orang saat itu,
termasuk oleh para murid-Nya. Dalam PL berpuasa masal dilakukan
pada Hari Raya Pendamaian (Im. 16:29). Berpuasa juga dilakukan
secara pribadi sebagai ungkapan permohonan doa yang sungguh
ketika umat menghadapi masalah berat atau untuk mengungkapkan
penyesalan atas dosa yang sudah mereka lakukan. Dalam PB, puasa
dilakukan gereja untuk menyiapkan mereka bagi misi yang Allah
percayakan (mis.: Kis. 13:2-3).


Tuhan Yesus kembali mengkritik cara berpuasa yang munafik yaitu
orang yang membuat-buat penampakan wajah mereka muram agar
diketahui orang lain bahwa mereka sedang berpuasa (ayat 16).
Sebaliknya, Tuhan menasihati orang yang berpuasa agar meminyaki
kepala dan mencuci wajah (ayat 17). Tetapi, maksud Tuhan, bukan
berarti orang tersebut harus berpura-pura sedang bersukacita,
melainkan agar maksud puasa tersebut terbaca hanya oleh Bapa di
surga (ayat 18). Prinsip dalam teguran Yesus ini jelas. Ada saat
orang beriman perlu berkonsentrasi menggumuli kehidupan dan
pelayanannya dalam puasa di hadapan Allah. Disiplin puasa baik
untuk dilakukan namun mengandung bahaya bila cara dan motivasi
kita melakukannya beralih dari mencari Allah kepada mencari
perhatian manusia.


Kehidupan agama dan kerohanian pasti mengandung aspek pribadi dan
aspek sosial. Peringatan Yesus tentang sedekah, doa, dan puasa
ini tidak berarti menganjurkan kita menghindari dimensi sosial
keagamaan. Yang harus kita hindari adalah menjadikan
ungkapan-ungkapan keagamaan itu sebagai cara untuk menimbulkan
kesan positif tentang kerohanian kita dalam diri orang lain.
Kerohanian seperti itu palsu adanya.


Renungkan:
Puasa dan kegiatan ibadah yang benar tidak membuat orang lain
terkesan tentang kita, tetapi tentang Allah.

Scripture Union Indonesia © 2017.