Tuhan menolak "sandiwara" rohani.

Matius 6:1-8

Penyiar teve itu tampil meyakinkan. Berstelan dasi dan jas, ia
menyampaikan berita dengan mantap. Siapa sangka bahwa sebenarnya
ia memakai baju, dasi, dan jas pinjaman. Dan … hanya bercelana
pendek. Ia ternyata salah seorang teknisi teve yang terpaksa
menggantikan penyiar yang jatuh sakit.


Tuhan Yesus memberi peringatan keras terhadap kerohanian yang mirip
dengan kisah tadi. Ia tidak ingin kerohanian para murid-Nya
hanya untuk menimbulkan kesan positif orang banyak (ayat 1, 5),
padahal keadaan hidup sebenarnya lain (baca: munafik) dan tidak
sungguh terarah ke Tuhan. Godaan untuk bersandiwara rohani waktu
itu memang sangat besar di kalangan orang Yahudi yang
legalistis. Legalisme adalah sikap mementingkan pelaksanaan
aturan-aturan dalam agama. Boleh jadi sikap itu bertujuan
menyenangkan hati Allah, tetapi ujung-ujungnya bermuara pada
mencari pujian manusia. Para murid Yesus tidak boleh berbuat
benar, hidup saleh, memberi sedekah, dan berdoa agar dipuji
orang. Sebaliknya, kerohanian yang sejati adalah yang ditujukan
kepada Allah semata. Orang yang mencari pujian manusia tidak
akan mendapat perkenan Allah dari kehidupan ibadahnya sebab
motivasinya untuk beroleh pujian manusia telah terpenuhi.


Orang Kristen masa kini pun perlu hati-hati tentang hidup
kerohaniannya. Kita perlu memeriksa diri jangan sampai kita
bergereja dan melakukan kegiatan gerejawi supaya dipuji orang.
Atau, menjadikan kegiatan ibadah kita seperti doa sebagai cara
untuk memaksakan kehendak kita kepada Allah (ayat 7). Kita perlu
belajar memiliki hidup ibadah yang utuh dan bertujuan hanya
menyukakan hati Allah, Bapa kita di surga. Meski banyak kegiatan
ibadah kita yang tak dapat tidak akan diketahui orang, kita
perlu menjaga agar motivasi kita murni, yaitu untuk kemuliaan
dan perkenan Tuhan semata.


Ingat:
Bapa di surga melihat ke hati. Ia tahu entah ibadah kita sekadar
pameran atau tulus untuk memuliakan Dia.

Scripture Union Indonesia © 2017.