Kebahagiaan yang sia-sia.

Mazmur 49
Minggu Epifania ke-5

Seringkali kita sebagai orang Kristen merasa rendah diri di
hadapan orang yang kaya, atau yang memiliki kuasa, sehingga kita
tidak berani memberitakan Injil kepada orang-orang sedemikian.
Padahal kita sama-sama manusia ciptaan Allah, yang tidak
memiliki apa-apapun yang dapat dibanggakan di hadapan Allah.
Lebih lagi kita sebagai anak-anak Tuhan, dengan tetap rendah
hati dapat mengatakan bahwa kita memiliki kebahagiaan sejati.
Jangan lupa, orang-orang kaya dan atau berkuasa kalau tidak
memiliki Kristus di dalam hati, belum tentu bahagia. Kebahagiaan
mereka kalaupun ada tidak hakiki.


Pemazmur di dalam hikmat Tuhan mengajak kita merenungkan kembali
kebenaran ini: kekayaan, hikmat dan kuasa tidak dapat membeli
kehidupan. Semua hal tersebut yang menjadi pegangan selama ini
tidak dapat menolong mencegah kematian datang (ayat 6-15).


Persoalannya adalah banyak orang tertipu oleh apa yang di tangannya.
Mereka merasa yakin bahwa dengan apa yang mereka miliki,
kekayaan, hikmat, ataupun kekuasaan dapat menyelamatkan dirinya,
pemazmur mengajar di dalam “hikmat Ilahi” bahwa hanya Tuhan saja
yang mampu membebaskan seseorang dari kebinasaan. Paling tidak
itulah pengalaman si pemazmur (ayat 16).


Maka sekarang ia mengajak kita semua untuk tidak usah minder
terhadap mereka yang membanggakan kekayaannya, atau hikmatnya,
atau kekuasaannya (ayat 17). Kita memiliki sesuatu yang lebih
daripada semua hal tersebut. Kita dimiliki Allah pemilik hidup.
Maka dari itu, justru kita harus berani untuk berkata-kata,
menegur dalam kasih orang-orang yang terlalu percaya diri
tersebut. Mereka akan binasa bila hanya mengandalkan apa yang
mereka miliki. Mereka harus menjadi milik Allah. Tugas kita
adalah memberitakan kebenaran itu.


Renungkan:
Kapan terakhir kali Anda berkata kepada orang kaya, bahwa mereka
membutuhkan Kristus untuk keselamatan mereka?

Scripture Union Indonesia © 2017.