Ikutlah Aku!

Yohanes 21:20-25
Minggu Paskah 2

Kalau sebelumnya Tuhan menubuatkan penyangkalan dan pemulihan
Petrus (ayat 13:37-38), kini Tuhan menubuatkan bahwa Petrus akan
menggenapi ucapan untuk sedia mati bagi Tuhan, tetapi dalam
rencana dan anugerah Allah. Kini saatnya Petrus belajar taat dan
mengasihi Tuhan secara penuh bahkan dengan risiko mati sekali
pun. Tak seorang pun manusia mudah menerima kematian begitu saja.
Petrus pun perlu anugerah dan waktu untuk dapat menerima hal
tersebut. Gembalanya yang baik telah digiring ke pembantaian
untuknya. Petrus pun mendapat kehormatan untuk mati karena
Tuhannya. Dalam tradisi Gereja, dituturkan bahwa Petrus mati
disalibkan dalam posisi terbalik, kepala di bawah kaki di atas
karena merasa tidak layak disalib dalam posisi sama seperti
Tuhannya.


Murid yang dikasihi Yesus tidak lain adalah Yohanes sendiri. Bila
ditilik dari sejarah, maka Yohanes telah mencapai usia lanjut
pada waktu itu dan mati lama kemudian sesudah uzur. Agaknya
Petrus ingin tahu apa yang akan dialami oleh Yohanes di masa yang
akan datang (ayat 21). Tetapi, jawaban untuk Petrus jelas,
“tetapi engkau ikutlah Aku” (ayat 22). Yesus ingin mengingatkan
Petrus sesudah ia dipulihkan, bahwa untuk mengikut Yesus orang
tak boleh terpengaruh kondisi atau keadaan orang lain. Mungkin
ada yang mengalami kehidupan mudah, sementara yang lain harus
menderita. Mengikut Yesus haruslah dengan sebulat hati, apa pun
risikonya. Orang juga harus setia pada tugas apa pun yang Tuhan
percayakan. Petrus dipercaya sebagai ‘gembala domba’ sementara
Yohanes menjadi saksi akan karya Yesus.


Renungkan: Kemuliaan kita bukan terletak pada kemudahan dalam ukuran
manusia. Entah menderita sampai mati atau hidup sambil ambil
bagian dalam derita, kita dipanggil untuk menjalaninya dengan
suka dan setia.


Bacaan untuk Minggu Paskah 2


Kisah Para Rasul 5:12-16


Wahyu 1:9-13,17-19


Yohanes 21:1-14


Mazmur 149


Lagu:


Kidung Jemaat 408


PA 5 Yohanes 21:15-25


Tugas terberat yang harus dijalani seorang pemimpin ialah memastikan
bahwa estafet kepemimpinan untuk menggenapi misi dan menjalankan
tugas-tugas terkait berjalan baik. Kesulitan bisa disebabkan
beberapa faktor. Faktor beratnya tugas bisa merupakan sebab
pertama. Faktor kekurangmampuan orang adalah sebab lainnya.
Faktor kelebihan pemimpin dalam kemampuan dan integritas dirinya
pun bisa menjadi sebab sulitnya pengalihtugasan terjadi dengan
baik karena kesenjangan dengan kader yang disiapkan terlalu
lebar. Ketika Tuhan Yesus memandatkan penyebaran Injil
keselamatan kepada para murid-Nya, ketiga faktor tersebut hadir
dan dapat menyulitkan kelangsungan misi Yesus di dunia. Namun
demikian, di bagian akhir catatan Yohanes, kita menyaksikan
bagaimana Tuhan bertindak menyingkirkan semua masalah tadi.


Pertanyaan-pertanyaan pengarah:


Kesenjangan apa saja yang ada antara Yesus dan kondisi para murid?
Hal-hal apa dalam diri Yesus yang bisa membuat para murid-Nya
sulit untuk meneruskan pola pelayanan-Nya? Hal-hal apa dalam diri
para murid yang masih bisa merintangi mereka menerima misi dari
Tuhan?


Bagaimana kondisi para murid waktu itu (ps. 20-21)? Pikirkan juga
kondisi masing-masing murid seperti Tomas, Petrus, dan Yohanes.
Hal apa yang kita pelajari tentang sifat dan cara Yesus
meyakinkan mereka tentang Yesus sebagai sumber tak terbatas baik
bagi kekurangan mereka maupun dalam tugas mereka kelak? Begitukah
juga kita menempatkan Yesus dalam pelayanan kita?


Apa problem Petrus dan apa tugas yang Tuhan ingin percayakan
kepadanya? Bagaimana isi dan cara bertanya Tuhan membimbing
Petrus menuju pertobatan dan pemulihan sejati? Mengapa Yesus
bertanya sampai tiga kali? Apa maksud Yesus mengubah dari kasih
Ilahi dalam dua yang pertama ke kasih kodrati dalam yang
terakhir? Apa yang Petrus sadari sampai ia menangis?


Bagaimana urutan prioritas yang harus Petrus jalani: mati bagi Tuhan,
mengasihi Tuhan, setia mengikut Tuhan, dan menggembalakan
menjalani misi dari Tuhan? Bagaimana Anda melihat para pelayan
Tuhan kini melihat hal tersebut?


Pengantar Mazmur 93-111


Menurut tradisi orang Yahudi dalam Midrash Tehillim, “Seperti Musa
memberi lima kitab taurat untuk Israel, demikian pun Daud memberi
lima kitab mazmur untuk Israel.” Kelima bagian tersebut adalah
pasal 1-41, 42-72, 73-89, 90-106, dan 107-150. Dengan demikian,
bacaan kita kali ini terambil dari bagian akhir kitab IV dan
permulaan kitab V. Bila struktur isi kitab I-III menegaskan
kegagalan perjanjian dengan garis kerajaan Daud yang berakhir
dalam pembuangan, kitab IV-V adalah respons terhadap kegagalan
teresebut. Jadi, kitab IV dan V menekankan pemerintahan Allah. Di
dalam tema utama inilah kita jumpai mazmur-mazmur penobatan Allah
sebagai Raja dalam pasal 93-99, sedangkan pasal 100-111 terdiri
dari berbagai mazmur yang juga menekankan berbagai aspek sifat
dan tindakan Allah terhadap umat-Nya atau yang menyerukan
berbagai respons setimpal umat terhadap sifat-sifat Allah.


Mazmur-mazmur penobatan Allah sebagai Raja menegaskan bahwa yang
sesungguhnya Raja adalah Allah. Pasal 94 yang tidak secara
eksplisit menyebut Allah sebagai Raja, menekankan sisi Allah
sebagai Hakim dan berfungsi mengikat mazmur-mazmur penobatan
Allah sebagai Raja dengan Mazmur 90-92. Hal ini penting sebab
salah satu tekanan dari ke-Raja-an Allah adalah penegakan
keadilan dan kebenaran. Tujuan kitab IV adalah menjawab krisis
yang dialami Israel di pembuangan dan mazmur-mazmur penobatan
Allah sebagai Raja menjadi pola konsep bagi pembangunan kembali
umat yang pulang dari pembuangan.


Allah sang Raja sejati itu memerintah kekal, adil, benar, menaklukkan
dan menghukum kejahatan, memerintah bukan saja Israel, tetapi
seluruh kosmos dengan serasi. Saat Anda merenungkan mazmur-mazmur
tersebut, Anda akan menemukan tema-tema tertentu yang diulang
tentang sifat Allah dan sifat pemerintahan-Nya, dengan masing-
masing pasal menekankan hal tertentu tentang ke-Raja-an Allah.
Dengan Allah sebagai Raja, tidak saja ada harapan bagi dunia ini,
tetapi juga ada kehidupan umat yang penuh pujian dan pengabdian.
Kita segera sadar bahwa mazmur-mazmur ini menghidupkan
pengharapan pada penggenapan eskatologis Kerajaan Allah ketika
Tuhan Yesus datang untuk kedua kalinya kelak.


Mazmur-mazmur berikutnya adalah respons terhadap pengakuan bahwa
Allah adalah Raja. Karena tema Allah sebagai Raja merupakan poros
teologis seluruh mazmur, maka tema tersebut dan respons
terhadapnya kita jumpai pula dalam pasal 100-111.


Mazmur 100 menggemakan pasal 2, dan mewakili seluruh mazmur
berikutnya yang menyerukan penyembahan sepenuh hati kepada Allah
saja. Mazmur 101-102 adalah ratapan agar ketaatan kepada Allah
menjadi semangat utama para pemimpin umat. Mazmur 103-106
merefleksi balik pada model kepemimpinan Allah dalam zaman Musa.
Mazmur pembuka kitab V, yaitu pasal 107, memaparkan kepada umat
tentang kasih setia Allah yang kekal, sebagai tema yang juga
bergema dalam sisi lainnya di pasal 108 dan 109.


Pemerintahan Allah itu beroleh wujud di dalam raja mesianis di pasal
110 dan yang diresponi dalam ucapan syukur dalam pasal 111.
Respons kepada Allah itu tidak saja menekankan kelayakan Allah
dalam kemuliaan dan kebaikan-Nya untuk menerima penyembahan dan
pengabdian umat, tetapi sekaligus juga memberi kerangka bagi umat
untuk beroleh jati diri yang benar untuk hidup tepat dalam dunia
ini (bdk. pasal 103). Respons tersebut bahkan mencerminkan
keteraturan dunia yang diatur Allah seperti yang secara puitis
diungkapkan dalam bentuk akrostik yang sangat indah dalam pasal
111 dan 112 (baris-baris puisi dalam kedua mazmur ini dimulai
dengan abjad-abjad Ibrani dalam urutannya).


Ketika Anda mendalami makna mazmur-mazmur ini, ingatlah untuk selalu
mengaitkan perspektif Allah Israel dengan Allah di dalam Yesus
Kristus dan kita sebagai Gereja. Ingatlah juga untuk menempatkan
mazmur-mazmur ini dalam rentang waktu konteks zaman itu sambil
mengikutsertakan kondisi kita kini dan pengharapan akan
kedatangan Kerajaan Allah kelak.


Di dalam Kristus yang telah mati, bangkit, memerintah di surga, dan
kelak akan datang kembali untuk mewujudkan pemerintahan total dan
kekal Allah atas segala sesuatu, kita belajar meresponi kenyataan
dunia sehari-hari kini dengan takut akan dan kasih kepada Allah,
syukur dan percaya kepada-Nya, memiliki pengharapan yang hidup
akan kemenangan-Nya yang mengalahkan mutlak semua anasir
kejahatan. Dengan demikian, dalam perspektif tema mazmur-mazmur
ini, kita sudah mulai menghayati hidup sebagai ibadah yang hidup
bagi Sang Raja dalam suasana surgawi.

Scripture Union Indonesia © 2017.