Dilayani atau Melayani?

1 Samuel 2:11-26
Minggu ke-7 sesudah Pentakosta
Jabatan dan kekuasaan merupakan salah satu godaan terbesar hidup manusia. Umat Allah pun tidak kebal terhadap godaan ini. Semakin tinggi jabatan, semakin besar kekuasaan yang dimiliki. Semakin besar kekuasaan, semakin besar pula keinginan untuk dilayani.

Hofni dan Pinehas, anak-anak Imam Eli menggunakan jabatan imamnya dengan semena-mena (12). Mereka menghina kurban persembahan untuk Allah, yaitu dengan cara merampas apa yang menjadi hak Allah (13-16). Tidak hanya itu, mereka melakukan perzinahan di depan Kemah Pertemuan. Tindakan mereka jelas merupakan penghinaan terhadap Allah. Jika Allah tidak dihormati, tidak heran mereka juga tidak mengindahkan teguran ayahnya. Akibat perbuatan dosa mereka, Allah akan menghukum mereka (25).

Berbeda dari kedua anak Imam Eli, Samuel tumbuh menjadi pelayan Allah yang diperkenan Allah dan manusia (26). Meski tumbuh di bawah pengawasan yang sama, sikap mereka dalam menerima pengajaran Allah sangat berbeda. Mungkin hal ini terjadi karena keterlibatan peran orang tua Samuel yang mendukung penuh proses pembentukan Samuel sebagai pelayan Allah (19).

Allah memberikan jabatan-jabatan khusus untuk melayani, bukan untuk dilayani. Allah memilih seorang imam untuk melayani Allah dan umat-Nya. Melayani Allah berarti melakukan panggilan-Nya sesuai dengan kehendak dan perintah Allah. Melayani umat-Nya berarti dengan rendah hati mengajarkan apa yang Allah perintahkan dan membawa mereka kepada relasi yang benar dengan Allah.

Kita dipanggil untuk melayani Allah dan sesama. Apa pun jabatan gerejawi dan pekerjaan kita, melayani Tuhan adalah sebuah identitas kita sebagai anak Allah. Diperlukan kerendahan hati untuk melayani Tuhan. Seperti Samuel yang dengan rendah hati menerima pengajaran Allah untuk melayani, demikianlah kita harus hidup dalam jiwa melayani karena panggilan itu.

Doa: Tuhan, jadikanlah kami pelayan-Mu yang menyenangkan-Mu. [MAR]
Marlina
Scripture Union Indonesia © 2017.