Menerima Tanggung Jawab Sosial

Yosua 14:1-5
Minggu ke-4 sesudah Epifani
Hakikat manusia adalah makhluk sosial. Kita tidak bisa hidup sendiri. Kisah penciptaan menjelaskan hal tersebut. ”Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja...” (Kej. 2:18). Karena itu, sejak semula, manusia adalah makhluk yang memiliki tanggung jawab sosial.
Kisah pembagian tanah atas suku-suku Israel menegaskan perihal tanggung jawab sosial ini. Ini menjadi titik awal Israel mendapatkan milik pusaka. Dengan milik pusaka itu, suku-suku Israel mendapatkan identitas baru. Jati diri itu mempertegas peran sosial umat Israel, yaitu mereka harus memerhatikan sesamanya.
Pasalnya, suku Lewi tidak mendapatkan tanah pusaka. ”... tetapi kepada orang Lewi tidak diberikannya milik pusaka di tengah-tengah mereka,” (3). Jadi, bagaimana suku Lewi menafkahi hidupnya? Firman Allah menjadi jaminan sosial suku itu. Firman itu kemudian akan menjadi sistem sosial, yang merupakan pelindung suku yang tidak beroleh hak mengolah tanah. Sistem sosial ini menuntut partisipasi tanggung jawab sosial dari suku-suku lain. Suku yang lain harus mengupayakan agar penghidupan layak bagi suku Lewi tidak terabaikan.
Menerima tanggung jawab sosial pun menjadi sebuah kewajiban. Dengan menerima kewajiban ini, umat Tuhan menunjukkan ketaatan kepada Firman Allah. Ketaatan ini melahirkan tatanan sosial sebagai jaminan kehidupan bagi sesamanya. Harapannya, sistem ini akan membuahkan kehidupan yang adil dan sejahtera bagi semua.
Dalam konteks Indonesia, kemiskinan adalah wajah utamanya. Karena itu, kesadaran segenap warga akan tanggung jawab sosial tentu sangat penting. Bisa dikatakan, aspek ini sangat mendesak dalam kekristenan kita. Dalam hal inilah keteladanan orang Kristen di Indonesia sangat dibutuhkan. Kita harus mempunyai kepekaan sosial untuk menjawab permasalahan ini. Sensitivitas sosial inilah, yang kemudian, akan mendorong pada pemenuhan tanggung jawab sosial.
Doa: Ya TUHAN, ajarilah kami agar mau mengambil peran dalam tugas tanggung jawab sosial. [SeT]
Setiyadi
Scripture Union Indonesia © 2017.