Pembalasan Pedang

2 Tawarikh 22:10-23:21
Minggu ke-1 sesudah Pentakosta
Imam Yoyada melawan ibu permaisuri Atalya dengan menobatkan Yoas sebagai raja Yehuda. Orang yang menggunakan pedang akan mati oleh pedang. Lingkaran balas dendam akan menimbulkan kekerasan yang tiada habisnya. Saat Ahazia mati dibunuh Yehu (22:9), Atalya bangkit membinasakan semua keturunan raja dari kaum Yehuda (22:10). Perbedaan latar belakang keluarga, suku, budaya, seperti keluarga Atalya menyembah Baal (23:17), menjadikan pedang sebagai penyelesaian masalah daripada akal budi sebagai alat dialog. Setelah mengetahui bahwa Yoas adalah pewaris satu-satunya takhta Daud yang selamat dari pembantaian Atalya, maka imam Yoyada memulai pemberontakan terhadap Atalya. Dengan para para imam, pemimpin bangsa, dan rakyat Yehuda bersama-sama berhimpun di pelataran Bait Allah untuk menobatkan Yoas yang masih berumur 7 tahun menjadi Raja Yehuda (23:1-21). Di hadapan Tuhan, segenap bangsa itu mengikat perjanjian dengan Yoas. Bagi Atalya, tindakan itu merupakan sebuah pengkhianatan (13). Karena mereka telah melakukan makar terhadap kerajaan. Bagi mereka yang kontra Atalya, tindakan menobatkan Yoas sebagai raja merupakan revolusi menggulingkan penguasa lalim. Bila kekuasaan yang menjadi tujuan utama, maka kejahatan menjadi hal yang legal dilakukan. Perlu kita sadari bahwa kekuasaan selalu mengandung godaan penyalahgunaan kuasa demi kepentingan diri dan menindas kebenaran. Karena itu, setiap orang perlu menundukkan dirinya pada otoritas kebenaran Tuhan agar segala tindak tanduknya dapat dikekang. Dengan demikian, setiap penyelewengan kekuasaan akan langsung ditegur dan dikoreksi. Hukum Tuhan menata kehidupan umat agar berlangsung secara teratur dan beradab. Kasih kepada Allah dan sesama (Mat. 22:37-40) adalah pemenuhan dari segala hukum. Kasih yang berkorban adalah teladan yang menghentikan siklus balas dendam. Belajarlah hidup damai dengan semua orang agar Tuhan dimuliakan.
Yahya Tirta Prewita
Scripture Union Indonesia © 2017.