Sendiri namun tidak Sendirian

2 Timotius 4:9-22
Minggu ke-8 sesudah Pentakosta

Ditinggalkan seseorang saat kondisi lancar, biasanya tidak terlalu berpengaruh dalam hidup kita. Tetapi, ketika dalam pergumulan berat dan sendirian karena ditinggalkan orang terdekat, kita menjadi sangat sensitif. Ibaratnya "langit runtuh" dalam kehidupan.


Firman Tuhan hari ini mengisahkan pergumulan, Paulus. Panggilannya dalam penginjilan tidak diragukan. Kepemimpinannya disegani dan pengikutnya tidak sedikit. Meski demikian, Paulus masih merasakan "ditinggalkan seorang diri". Kata "meninggalkan aku" diulang 2 kali dan keduanya terjadi pada saat Paulus sedang membutuhkan "mereka" (9, 16). Secara logika, Paulus telah siap sejak ia berkata: "...., sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus" (1Kor.11:1). Seorang pengikut tidak lebih besar dari yang diikuti. Apa yang menimpanya mungkin sekali akan dialami oleh pengikutnya. Ketika Kristus ditangkap, disiksa, diadili, dan akhirnya disalibkan, semua murid "meninggalkan-Nya" (Mat. 26:56). Bahkan, Petrus menyangkal-Nya tiga kali. Ini menunjukkan tidaklah berlebihan kalau akhirnya Paulus pun ditinggalkan sahabat-sahabatnya. Hal ditinggalkan oleh Demas (10) dan semuanya (16) menjadi pergumulan tersendiri dalam diri Paulus. Ini terlihat jelas dari perkataan Paulus: 1. Ia meminta dengan sangat agar Timotius berusaha segera datang (9, 10, 21). 2. Ia membutuhkan pendampingan dan penguatan dari luar dirinya (17).


Sebagai manusia, Paulus juga membutuhkan dukungan moril. Pendampingan dan kehadiran sahabat-sahabatnya menjadi bagian yang sangat berarti bagi Paulus dalam situasi itu. Tetapi, yang ia dapatkan adalah kekosongan. Syukurlah, kisah Paulus tidak berakhir sampai di sini. Sekalipun sendiri, namun ia tidak merasa sendirian karena Tuhan sendiri mendampingi dan menguatkannya (17).


Manusia bisa saja meninggalkan kita, tetapi Tuhan tidak. Jangan bersedih hati dan kecewa! TUHAN sendiri yang mendampingi dan memberi kita kekuatan. Sebab Ia adalah TUHAN yang setia. [SC]


Pengantar Kitab Yunus


Kitab Yunus merupakan kitab ke-5 dalam kumpulan kitab nabi-nabi kecil. Kitab ini tidak berisi kata-kata Yunus putra Amitai (1:1) kepada umat Israel sebagaimana kitab nabi-nabi lainnya, tetapi merupakan kisah tentang insiden yang terjadi dalam kehidupan Sang Nabi. Pesan yang sebenarnya pendek sekali (Yun. 3:4).


Selain dalam kitab ini, catatan tentang Yunus hanyalah bahwa ia berkhotbah di Kerajaan Israel Utara pada waktu pemerintahan Yerobeam II (2Raj. 14:25), sekitar 780 SM. Kitab ini kemungkinan ditulis lama sesudahnya, yaitu ketika bangsa Israel memerlukan pelajaran yang harus dipelajari Yunus dengan susah payah.


Yunus bukanlah nabi yang terus berbuat baik di hadapan TUHAN. Yunus digambarkan sebagai nabi yang melarikan diri dari penugasannya untuk memberitakan Injil kepada orang Niniwe, bangsa yang telah menyusahkan bangsa Israel (1:1-17). Bagaimanapun ia akhirnya bersyukur atas kesempatan hidup yang TUHAN berikan untuknya (2:1-10). Hal ini mendorongnya untuk menaati perintah TUHAN untuk pergi ke Niniwe (3:1-10). Tetapi ketika misinya berhasil, ia justru marah kepada TUHAN dan mengeraskan hati Yunus (4:1-11).


Dalam kitab Yunus, kita dapat belajar tentang keadilan dan kedaulatan Allah, kemurahhatian dan belas kasihan-Nya. Yunus sendiri mewakili umat Allah yang membanggakan keistimewaan hubungannya dengan Allah. Sayangnya, dia lebih memikirkan dirinya daripada pertobatan orang-orang kafir. Dia marah menyaksikan kemurahhatian Allah.


Allah itu murah hati dan berbelas kasihan. Ia tidak tertarik untuk membinasakan orang berdosa, tetapi memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk bertobat dan datang kepada-Nya. Kisah Yunus terutama dalam pasal 1 dan 3, digunakan oleh TUHAN Yesus untuk menggambarkan kematian dan kebangkitan-Nya (lih. Mat. 12:39-41; 16:4; Luk. 11:29-32).

Scripture Union Indonesia © 2017.