Musuh dalam selimut

Mazmur 55

\'Musuh dalam selimut\' adalah sebutan yang diberikan bagi musuh dari
kalangan sendiri. Tak ada seorang pun yang senang menghadapi
\'musuh dalam selimut\'. Orang berpendapat bahwa lebih baik
menghadapi musuh yang nyata daripada kawan yang berkhianat.


Daud pun tak lepas dari \'musuh dalam selimut\'. Orang itu malah pergi
beribadah sama-sama dengan Daud (ayat 13-15). Tak heran Daud
merasa dikhianati (ayat 21-22). Akibatnya muncul perasaan terluka
dan tertekan (ayat 4-5). Dalam situasi demikian, yang ingin Daud
lakukan adalah melarikan diri dan mencari tempat yang aman untuk
bersembunyi (ayat 6-8). Apakah kita dapat menganggap Daud sebagai
pengecut? Tentu tidak. Kita belum lupa bagaimana Daud begitu
berani menghadapi dan kemudian mengalahkan Goliat, raksasa
Filistin. Lalu mengapa Daud bersikap seperti itu? Karena ia tidak
ingin membalas. Yang ia cari hanyalah Allah. Ia meminta agar
Allah memerhatikan masalahnya dan mendengarkan permohonannya
(ayat 2-3). Ia meminta Allah bertindak atas orang yang berkhianat
itu (ayat 9-11, 16). Permohonan itu didasarkan pada iman bahwa
Allah akan membebaskan dia (ayat 17-20, 24). Daud percaya bahwa
Allah akan memelihara orang-orang kepunyaan-Nya. Karena itu, Daud
menghimbau agar orang lain pun menyerahkan beban mereka kepada
Allah daripada menanggung hal itu sendirian (ayat 23, band. 1Ptr.
5:7).


Pengalaman Daud mungkin bagian pengalaman kita juga. Menghadapi sikap
orang yang memusuhi kita saja sudah tidak menyenangkan, apalagi
bila harus menanggung pengkhianatan dari orang yang karib dengan
kita atau saudara seiman kita. Walau demikian pembalasan dendam
bukanlah sebuah jalan keluar, mencari keadilan dari pengadilan
dunia juga tidak selalu memecahkan masalah. Meneladani Daud,
marilah kita serahkan masalah hanya kepada Allah. Datanglah
kepada Dia yang akan menghakimi orang-orang jahat. Dia yang
setia, akan senantiasa bersedia menolong dan melindungi kita dari
orang yang bermaksud jahat terhadap kita.

Daud pun tak lepas dari \'musuh dalam selimut\'. Orang itu malah pergi beribadah sama-sama dengan Daud (ayat 13-15). Tak heran Daud merasa dikhianati (ayat 21-22). Akibatnya muncul perasaan terluka dan tertekan (ayat 4-5). Dalam situasi demikian, yang ingin Daud lakukan adalah melarikan diri dan mencari tempat yang aman untuk bersembunyi (ayat 6-8). Apakah kita dapat menganggap Daud sebagai pengecut? Tentu tidak. Kita belum lupa bagaimana Daud begitu berani menghadapi dan kemudian mengalahkan Goliat, raksasa Filistin. Lalu mengapa Daud bersikap seperti itu? Karena ia tidak ingin membalas. Yang ia cari hanyalah Allah. Ia meminta agar Allah memerhatikan masalahnya dan mendengarkan permohonannya (ayat 2-3). Ia meminta Allah bertindak atas orang yang berkhianat itu (ayat 9-11, 16). Permohonan itu didasarkan pada iman bahwa Allah akan membebaskan dia (ayat 17-20, 24). Daud percaya bahwa Allah akan memelihara orang-orang kepunyaan-Nya. Karena itu, Daud menghimbau agar orang lain pun menyerahkan beban mereka kepada Allah daripada menanggung hal itu sendirian (ayat 23, band. 1Ptr. 5:7).

Pengalaman Daud mungkin bagian pengalaman kita juga. Menghadapi sikap orang yang memusuhi kita saja sudah tidak menyenangkan, apalagi bila harus menanggung pengkhianatan dari orang yang karib dengan kita atau saudara seiman kita. Walau demikian pembalasan dendam bukanlah sebuah jalan keluar, mencari keadilan dari pengadilan dunia juga tidak selalu memecahkan masalah. Meneladani Daud, marilah kita serahkan masalah hanya kepada Allah. Datanglah kepada Dia yang akan menghakimi orang-orang jahat. Dia yang setia, akan senantiasa bersedia menolong dan melindungi kita dari orang yang bermaksud jahat terhadap kita.

", "http://www.su-indonesia.org/images/santapanHarian/4346-t.jpg", 520, 350)'>
Scripture Union Indonesia © 2017.