Ujian persahabatan

1Samuel 20:24-43

Selera makan Yonatan lenyap. Ia langsung pergi meninggalkan jamuan
yang biasa dia nikmati. Rasa marah, susah, dan berbagai emosi
lain berkecamuk di hatinya. Sekarang ia tahu, Saul berketetapan
membunuh Daud (ayat 33). Ia sendiri hampir mati diujung tombak
sang ayah. Padahal dulu ia mengagumi kerendahan hati ayahnya,
juga kesanggupan ayahnya memenangkan peperangan dan memerintah
dengan penuh wibawa. Sekarang? Saul berubah, karena ia telah
melawan Tuhan. Akibatnya Roh Allah meninggalkan dia. Kejahatan
menguasai pikiran, perasaan, dan kemauannya. Bukankah hal serupa
masih terjadi sampai hari ini? Kita harus waspada terhadap
perangkap ini.


Bagi Yonatan, persahabatannya dengan Daud sedang diuji. Ucapan
ayahnya bahwa Daud menjadi perongrong bagi haknya atas takhta
Israel dapat dijadikan alasan politis untuk tidak membela Daud
(ayat 31). Syukur kepada Tuhan, Yonatan tidak memiliki ambisi
negatif seperti Saul, ayahnya. Ia tidak membiarkan diri
dikendalikan oleh kepentingan pribadi. Yonatan menepati janjinya
dengan memberitahukan fakta pahit bahwa mereka harus berpisah
demi keselamatan Daud. Peluk tangis tak dapat ditahan karena
perpisahan secara fisik harus terjadi. Walaupun demikian,
persahabatan tidak berakhir, justru semakin dirasakan karena
memegang prinsip: "Tuhan akan ada di antara aku dan engkau serta
di antara keturunanku dan keturunanmu sampai selamanya" (ayat
42). Kasih Allah telah menyatukan mereka yang memelihara
persahabatan mereka dengan ingatan satu pada yang lainnya (2Sam.
1:11-12, 17-26).


Kita tinggal di dunia yang rasa kesetiaan dan persahabatan tipis
sekali, kalau tidak bisa dikatakan sudah tidak ada. Seakan dunia
ini dikendalikan oleh ambisi pribadi dan kepentingan kelompok.
Orang Kristen dipanggil menjadi kesaksian hidup bahwa kesetiaan
dan persahabatan di dalam Kristuslah yang bisa menopang bahkan
memperbaiki kualitas hidup di dunia yang bobrok ini.

Scripture Union Indonesia © 2017.