Sumber hikmat

Ayub 32:1-22

Dalam dunia, ada beberapa orang yang dihormati karena dianggap
berhikmat. Orang yang berpendidikan tinggi, orang yang berkuasa,
dan orang yang berpengalaman (orang tua). Padahal ketiga kelompok
orang itu belum tentu lebih bijak daripada orang yang tidak
bersekolah, kaum sahaya, dan anak-anak muda. Hikmat bukan
ditentukan oleh status.


Elihu selama ini bungkam karena ia menghormati kaum yang lebih tua,
yaitu Ayub dan ketiga temannya. Namun, Elihu melihat mereka yang
seharusnya menjadi sumber hikmat dan selama itu dipandang
berhikmat oleh masyarakat tidak mampu menawarkan solusi bagi
masalah Ayub. Mereka hanya mempersalahkan Ayub tanpa mampu
membuktikan kesalahannya (ayat 12). Bahkan mereka berdalih bahwa
hanya Allah yang dapat mengalahkan Ayub (ayat 13) padahal
merekalah yang gagal (ayat 15). Bagi Elihu, itu adalah tanda bahwa
tidak selalu pengalaman hidup dan usia lanjut menjadi dasar
seseorang berhikmat (ayat 6-7, 9). Sumber hikmat ada pada Allah
yang dalam anugerah-Nya memberikannya kepada orang yang
dipilih-Nya (ayat 8). Itu sebabnya, Elihu memberanikan diri
berkata-kata karena ia merasa dirinyalah yang memiliki hikmat.
Elihu tidak dapat sabar lagi terhadap proses perdebatan tanpa
solusi yang terjadi antara ketiga teman Ayub dan Ayub (ayat 16,
17-20). Hikmat sejati tidak berpihak pada pandangan manusia
melainkan pada kebenaran (ayat 21-22).


Apakah Elihu memiliki hikmat ilahi untuk menjawab permasalahan Ayub?
Masih harus dilihat dan dibuktikan melalui ucapan-ucapannya di
pasal-pasal berikut meski kata-kata hikmat telah terungkap dari
bibirnya. Allahlah sumber hikmat dan Ia yang memberikannya kepada
manusia. Sebagai anak Tuhan, kita dipanggil untuk menjadi alat
Allah guna menjawab berbagai persoalan hidup. Kita perlu
firman-Nya sebagai sumber hikmat utama.


Camkan: Pendidikan dan usia bukan faktor terpenting, tetapi penopang
sebab hikmat datang dari hubungan akrab seseorang dengan Tuhan!

Scripture Union Indonesia © 2017.