Telanjang.

Kejadian 3:1-7
Minggu Epifania 4

Manusia itu miskin: telanjang. Namun, dalam ketelanjangannya ia
kaya karena kemuliaan Allah terpancar membungkus badannya.
Mereka mula-mula telanjang, namun mereka tidak malu -- lagi
pula, mengapa kemuliaan membuat malu? Kisah ini tidak berhenti
dalam kemapanan dalam situasi taman tanpa cela. Narasi bergerak
menuntun kita masuk ke dalam adegan-adegan mencengangkan.


Ular tokoh perantara, alat sastra penulis untuk membawa kita
memahami pesan-pesan teologis yang dalam. Tidak jelas bagaimana
ular itu mengetahui akibat dari memakan buah pohon pengetahuan
yang baik dan yang jahat (apakah ia sudah mencicipinya?). Kita
juga tidak mengetahui motivasinya berbicara kepada Hawa. Namun,
ada kemungkinan bahwa ular memang sengaja memutar-balikkan
perkataan Allah dengan motivasi yang masih merupakan misteri
bagi kita (memperdayakankah ia [lih. 3:13-14]?). Ular menambahi
perkataan Tuhan karena sebenarnya Tuhan tidak melarang Hawa
untuk makan segala macam buah. Tentu ada kesan tertentu yang
ular itu ingin timbulkan dalam diri Hawa terhadap Allah. Arti
dari "pengetahuan yang baik dan yang jahat" mengacu ke
pengetahuan yang utuh bahkan sempurna, baik di dalam pemahaman
maupun pengalaman, baik intelektual maupun moral -- atau lebih
keras lagi dapat dikatakan mahatahu. Hawa tergoda untuk menjadi
mahatahu seperti Allah, dan tidak mau tunduk kepada Allah lagi.
Ia tidak puas dengan keadaannya sendiri. Adam pun demikian, ia
tidak puas menjadi manusia -- ia ingin melompat ke atas!


Iblis telah "jatuh ke atas" (Confessiones, St. Augustine). Manusia
pun telah jatuh ke atas mengikuti anjuran iblis. Ketika sadar
bahwa mereka telanjang, mereka malu dan membuat pakaian: menjadi
kaya, namun sebenarnya miskin sebab keluar dari kehendak Allah.


Renungkan:
Jadilah kaya dengan menjadi puas terhadap anugerah Tuhan bagi
diri Anda sekarang.

Scripture Union Indonesia © 2017.