Pemimpin dalam ketidakpastian.

Nehemia 13:14-31
Minggu ke-24 sesudah Pentakosta

Kehidupan sosial - ekonomi umat Israel menampakkan perbaikan yang
mengesankan karena tembok sudah dibangun, dan Yerusalem kembali
menjadi pusat perdagangan. Kondisi ini membuat mereka lupa diri
dan kembali tergelincir ke dalam dosa. Mereka tidak lagi
menguduskan hari Sabat. Yerusalem menjadi pasar justru pada hari
perhentian Allah. Beberapa orang Yahudi mengambil perempuan asing
menjadi istri mereka. Bahkan salah seorang anak dari seorang imam
besar menjadi menantu Sanbalat. Mereka telah lupa, sekian lamanya
mereka harus hidup di dalam pembuangan karena menerima murka
Allah atas dosa-dosa mereka. Baru saja hidup dalam kedamaian dan
kesejahteraan, mereka kembali melanggar berbagai perintah Allah
yang telah mereka sepakati untuk ditaati. Mereka lebih suka hidup
menurut keinginan mereka sendiri bukan kehendak Allah. Melihat
itu semua Nehemia berani mengoreksi setiap kesalahan (19-22, 25,
28-30). Nehemia melakukan itu semua tanpa pandang bulu. Sekalipun
pelaku pelanggaran adalah anak seorang imam besar, Nehemia tidak
segan-segan mengusirnya.


Buku sejarah terakhir dalam Perjanjian Lama berakhir dengan suatu
catatan ketidakpastian. Jika umat Allah sedemikian cepat
meninggalkan Allah ketika Nehemia tidak berada bersama mereka
untuk waktu yang singkat, apa yang akan terjadi dengan mereka
pada masa-masa yang akan datang? Sekali lagi peristiwa ini
menyatakan betapa pentingnya kehadiran seorang pemimpin rohani
seperti Nehemia. Sebagai seorang pemimpin Nehemia menerima
tanggung jawab, bergantung dalam doa, menunjukkan kemurahan
hatinya kepada yang membutuhkan, tekun dan gigih mencapai
tujuannya, berani menghadapi tantangan, mampu memotivasi
rekannya, menjaga standar moral yang sesuai kehendak Allah, dan
selalu berani menyatakan kebenaran. Nehemia menjadi seorang
pemimpin yang demikian karena baginya membangun kehidupan
seseorang bagi Allah lebih penting dari apa pun. Buktinya ia
tidak pernah berkata: "Ya Allah ingatlah aku yang telah membangun
kembali tembok Yerusalem."


Renungkan:
Dalam pelayanan rohani yang paling penting adalah mendorong dan
membimbing orang yang dilayani agar mereka dapat memuji dan
menyembah Allah lebih baik, menghormati Dia lebih sungguh, dan
hidup dengan setia dan murni di hadapan-Nya.


Pengantar Kitab I Yohanes


Penulis.
Isi dan gaya tulisan I Yohanes mirip dengan Injil Yohanes, karena itu
hampir dapat dipastikan keduanya ditulis oleh penulis yang sama
yaitu Yohanes anak Zebedeus. Tradisi mendukung kesimpulan ini.


Tujuan dan maksud penulisan.
1Yohanes ditulis untuk memperingatkan dan mengajar pembacanya tentang
ajaran sesat yang menyangkal inkarnasi Yesus Kristus (4:2, 3).
Ajaran sesat ini menyatakan bahwa Kristus hanya nampak seperti
manusia. Juruselamat yang Illahi tidak dapat mati bagi orang
berdosa. Ajaran sesat ini disebut doketisme (kata Yunani 'dokeo'
= 'nampaknya').
Beberapa indikasi menyatakan bahwa I Yohanes ditulis setelah Injil
Yohanes. Pertama, kitab ini berbicara secara singkat tentang
masalah-masalah yang diuraikan secara panjang lebar oleh Injil
Yohanes. Pembaca diasumsikan sudah membaca Injil. Kedua, konflik
dengan doketisme tidak disebut dalam Injil Yohanes. Ketiga,
konflik ideologis dengan orang Yahudi yang mewarnai Injil Yohanes
tidak muncul dalam I Yohanes. Jika dibandingkan dengan surat
Ignatius yang berbicara tentang ajaran sesat yang sama (110 M)
dan Polikarpus, maka dapat disimpulkan bahwa kitab I Yohanes
berkisar antara 90 - 110 M.


Karakteristik dan tema-tema utama.
Meskipun menurut tradisi dipandang sebagai sebuah surat, kitab ini
tidak mempunyai ciri-ciri utama sebuah surat seperti salam
pembuka, isi, salam perpisahan. Sebaliknya Yohanes menyapa
pembacanya dengan sebutan anak-anakku (2:1). Nampaknya ia menulis
kepada sebuah kelompok tertentu yang mempunyai hubungan dekat
dengan dia. Tidak mudah untuk membuat garis besar surat pendek
ini. Tema-temanya nampak tidak saling berhubungan. Walau bahasa
yang digunakan tidak sulit, ide yang terkandung di dalamnya
sangat kaya dan dalam. Sebagai contoh, Yohanes mengatakan bahwa
Allah adalah Terang, Kebenaran, dan Kasih dan menghubungkannya
dengan perkembangan kebajikan di dalam diri orang percaya yang
telah mengalami kelahiran kembali dan pengampunan dosa.Selain
menolak inkarnasi Yesus Kristus, musuh Injil - sang anti Kristus
juga mengajarkan bahwa seseorang dapat percaya kepada Allah
tanpa mempraktikkan kasih dan kebaikan yang merupakan sifat dasar
Allah. Menurut mereka keselamatan hanya sekadar slogan dan
penampilan saja.

Scripture Union Indonesia © 2017.