Pengaruh moral

Ezra 9:1-9
Minggu Advent 3

Ezra mendapat wewenang dari raja wilayah Yehuda untuk menghukum
mereka yang telah berzinah. Dalam menangani permasalahan umat, ia
tidak menggunakan kekuasaan sekuler, tetapi menggunakan pengaruh
moral. Kesedihan pribadinya yang mendalam, telah menggerakkan dan
mempengaruhi hati orang lain, juga gentar terhadap firman Allah.


Bukan jari telunjuk tapi air mata.
Itulah yang dilakukan Ezra. Ia tidak menunjukkan jarinya sebagai
tanda menghakimi bangsa Yehuda. Ia mengeluarkan air mata, bukan
bagi mereka yang berdosa, tetapi air mata kesedihan yang
menunjukkan bahwa umat Tuhan sudah mendukakan Allah dan sudah
gagal lagi. Sikap demikianlah yang seharusnya dimiliki Kristen
bila melihat saudara seiman berbuat dosa. Bukan menunjukkan jari
kepada mereka sebagai penghakiman, tetapi biarlah hati kita remuk
dan menyesal, dan mengungkapkan pengakuan bahwa tanggung jawab
kita bersama untuk saling mengingatkan, menjadi kudus, dan menjaga
kekudusan sebagai umat Allah. Dengan kata lain semua
bertanggungjawab atas dosa yang dilakukan oleh masyarakat
Kristiani. Kunci pembaharuan rohani adalah rasa malu yang sungguh
dan kesedihan yang mendalam atas dosa yang dilakukan orang lain.
Lebih baik menangis atas perbuatan orang lain daripada harus
berteriak-teriak menghakimi dan menghukum dia.


Keseimbangan pengajaran dan praktek hidup.
Penerapan pengajaran firman Tuhan tidak akan tercapai bila dalam
pelaksanaannya masih dilibatkan unsur-unsur tekanan dan paksaan.
Hal yang manjur dan efektif dalam penerapan firman Tuhan, seperti
yang diterapkan oleh Ezra adalah menggunakan pengaruh moral
dengan menyelaraskan antara pengajaran dan praktek hidup.


Renungkan:
Tidak mudah menerapkan pengaruh moral melalui keselarasan
pengajaran dan praktek hidup. Namun dengan memahami bahwa kita
bertanggungjawab atas dosa yang dilakukan orang lain, kita pun
termotivasi untuk mempraktekkan pengajaran yang benar.

Scripture Union Indonesia © 2017.