Allah yang Menyesal

Yunus 3:1-10
Minggu ke-8 sesudah Pentakosta

Akhirnya Yunus menyesal dan mau berkhotbah kepada Niniwe. Ia pun berseru terhadap kota Niniwe dan mengatakan bahwa kota tersebut akan ditunggangbalikkan dalam waktu 40 hari. Rupanya perkataan Yunus dipercayai oleh raja Niniwe, yang kemudian mengumumkan bahwa seluruh rakyat Niniwe, termasuk ternaknya, harus berkabung dan berpuasa. Mereka diperintahkan untuk berseru dengan keras kepada Allah, serta bertobat dari tingkah laku mereka yang jahat (7-8). Raja Niniwe berharap Allah akan berbalik dan berpaling dari murka-Nya yang menyala-nyala itu sehingga mereka tidak binasa. Benar saja, ketika Allah melihat bahwa kota Niniwe berbalik dari tingkah laku mereka yang jahat, maka menyesallah Allah dan Ia tidak jadi membinasakan kota Niniwe (10).


Apakah seruan orang Niniwe mengubah kehendak Allah? Dalam hal ini, kita harus berpikir secara paradoks. Di satu pihak, Alkitab menunjukkan bahwa Allah bukan manusia sehingga Ia perlu menyesal (Bil. 23:19; 1Sam. 15:29). Di pihak lain, Alkitab menunjukkan bahwa Allah kita adalah Allah yang merespons tindakan umat-Nya. Jika Allah menyatakan akan menghukum, tetapi umat-Nya bertobat, maka Allah akan menyesal dan tidak jadi menghukum (bnd. Yer. 18:7-10). Alkitab mengajarkan bahwa Allah tidak berubah, tetapi bukan berarti Ia tidak peduli terhadap tindakan umat-Nya.


Ketika Allah menyatakan akan melakukan sesuatu, belum tentu itu sudah merupakan ketetapan-Nya. Hal itu dapat merupakan kesempatan yang diberikan kepada manusia untuk bertobat. Allah tidak jadi menghukum Niniwe karena sejak awal Allah ingin memberi kesempatan dan bukan hendak menghancurkan Niniwe. Inilah alasan Ia mengirim Yunus ke Niniwe untuk menegur kota tersebut.


Allah tidak perlu mengubah ketetapan-Nya. Tetapi, bukan berarti Allah tidak peduli terhadap doa kita. Karena kita tidak tahu apa yang sudah menjadi ketetapan bagi kita, bertekunlah dalam doa kepada Tuhan karena Ia adalah Allah yang merespons doa umat-Nya. [IT]

Scripture Union Indonesia © 2017.