Bara di atas Kepala

Amsal 25:15-28

Perselisihan yang berujung pada peperangan, sering kali mewarnai sejarah umat manusia. Melalui pelajaran sejarah, kita dapat memperoleh bukti mengenai hal itu. Dalam Alkitab sendiri, kita juga menjumpai pelbagai kisah tentang peperangan demi peperangan, baik yang sudah pernah terjadi hingga peperangan yang bersifat nubuatan dalam kitab Wahyu.


Sebuah negara berada dalam kondisi damai atau tidak, semuanya itu tergantung pada para penguasa. Mereka yang menentukan ada atau tidaknya musuh bagi bangsanya. Untuk itu, para penguasa membutuhkan kesabaran, sebab kekerasan tekadnya dapat diluluhkan dengan lidah yang lembut (15). Jika tidak hati-hati, maka yang terjadi adalah orang lain membenci dan menjadikan kita sebagai pengkhianat (19), ibarat memberikan cuka pada luka (20). Kebencian yang dibalas dengan kebencian hanya menghasilkan perselisihan.


Untuk menyelesaikan perselisihan, pengamsal tidak hanya memberikan nasihat dalam mempergunakan kata-kata persuasif, tetapi juga memberikan nasihat untuk melakukan tindakan konkret, ibarat memberi makan saat lapar dan memberi minum saat dahaga (21).


Memang nasihat yang diberikan oleh Salomo bisa dikatakan sebuah nasihat yang tidak masuk akal. Sebab dalam kondisi perseteruan antarnegara, hal tersebut tidak mungkin dilakukan. Bukan pula nasihat Salomo dapat diartikan bahwa kita harus menyuap seteru. Nasihat Salomo tidak berhenti di situ saja, tetapi mengandung janji Tuhan yang luar biasa. Artinya, dalam kondisi apapun, perbuatan baik terhadap orang lain, yang mungkin menjadi seteru dalam perselisihan, adalah hal baik untuk tetap dilakukan.


Sebagai orang yang percaya, banyak sekali tantangan yang kita dihadapi dalam beribadah kepada Tuhan. Melalui nasihat Salomo, kita dapat melihat bahwa Tuhan ingin agar kita tetap berbuat baik kepada siapapun. Sebab, hal itu seperti menaruh bara api di atas kepala mereka. Sudahkah kita melakukannya? [YSAN]

Scripture Union Indonesia © 2017.