Menjadi mempelai raja

Kidung Agung 3:6-11

Pernah menonton video pernikahan Lady Diana dan Prince Charles (1981), yang dikatakan sebagai pernikahan termegah sedunia? Yang menarik dari pernikahan ini, Lady Di bukanlah bangsawan, walau kemudian dianugerahi gelar Princess of Wales. Namun ia menikah dengan putra mahkota kerajaan Inggris. Tentu banyak wanita yang bermimpi beroleh anugerah seperti itu.


Mimpi sang mempelai wanita pada perikop minggu lalu, bisa saja berlanjut sampai pada hari yang dinanti-nanti. Atau paling tidak dalam fantasinya, saat membayangkan masa depan bersama sang kekasih. Saat sang kekasih yang menjadi mempelai pria, sang raja dengan jolinya yang megah, diiringi arak-arakan pasukannya yang gagah menjemput sang mempelai wanita untuk masuk perjamuan nikah akbar. Kemegahan itu diungkapkan dalam bentuk kegagahan pengiring raja, dan juga terciumnya harum-haruman kemenyan dan mur (6). Oh, betapa hari yang dinanti-nantikan oleh semua pasangan. Betapa indahnya memasuki rumah tangga baru, dengan restu orang tua (11) dan tentu berkat dari Tuhan sendiri.


Tentu saja, persiapan mempelai wanita bukan berhenti pada mengimbangi kegagahan sang calon suami dengan kecantikan fisik, keelokan busana, dan iring-iringan teman-teman wanita yang tak kalah maraknya dengan pasukannya raja. Hari-hari sesudah pernikahan tentu harus diisi dengan tugas seorang istri, tugas seorang permaisuri, bahkan tugas seorang ibu kelak bagi anak-anak yang akan dilahirkannya bagi sang raja.


Persiapan pernikahan tidak pernah boleh hanya sebatas hari-H pernikahan itu karena hari itu hanyalah gerbang untuk memasuki realitas keluarga yang baru dibentuk. Relasi keintiman dan kerja sama membangun keluarga baru membutuhkan sikap dan karakter yang saling memberi dan menerima, juga saling mengutamakan seperti saat masa sebelum menikah.

Scripture Union Indonesia © 2017.