Biarkan Kristus berkuasa

Kisah Para Rasul 7:35-43

Kisah orang beriman di Perjanjian Lama merupakan gaung yang mendahului kabar Injil dan bayang-bayang yang mendahului sosok yang dinantikan, yaitu Kristus. Itulah gambaran yang ingin disampaikan Stefanus di hadapan Sanhedrin ketika menyoroti kehidupan Musa.


Stefanus menegaskan bahwa bukan dia yang menghujat Musa sebagaimana fitnahan mereka, merekalah yang justru menghujat Musa dan Allah. Stefanus menjelaskan bahwa Allah menggenapi rancangan-Nya untuk membebaskan umat-Nya melalui Musa (35-36), yang melakukan hal itu dengan tanda dan mukjizat. Bukan hanya di Mesir, juga di Laut Merah, dan di padang gurun. Selain sebagai pemimpin dan penyelamat, Musa menjadi mediator antara umat dan malaikat saat ia di Gunung Sinai (38). Namun orang Yahudi menolak Musa. Mereka tidak peduli bahwa Musa diutus Tuhan.


Stefanus lalu membuat garis penghubung antara Musa dan Kristus dengan mengutip nubuat Musa mengenai "nabi seperti Musa yang akan dibangkitkan Allah bagi mereka" (37). Stefanus ingin menunjukkan bahwa sama seperti Musa, Yesus pun diutus Allah. Musa dan Yesus juga mengalami penolakan dan perlakuan yang tidak baik dari bangsa Yahudi.


Stefanus juga mengingatkan bahwa penolakan orang Yahudi terhadap Musa mengakibatkan penyembahan berhala. Ini melanggar Taurat. Tentu saja Allah murka.


Dengan pembandingan tersebut, Stefanus seolah ingin mengatakan bahwa penolakan terhadap Yesus pun akan berdampak bagi orang Yahudi. Lihat saja pengagungan yang berlebihan terhadap Bait Allah serta kesalehan yang sesat, yaitu lebih memelihara tradisi buatan manusia daripada menaati firman Allah. Ironis, umat pilihan Allah menolak Allah dan utusan-Nya.


Menyebut diri Kristen belum berarti bahwa kita sudah membiarkan Kristus menguasai kita sepenuhnya. Coba selidiki, adakah bagian yang belum kita serahkan kepada Kristus untuk Dia kuasai? Janganlah kita taat hanya pada hal-hal yang ingin kita taati saja. Marilah kita meminta Roh Kudus menolong kita untuk taat sepenuhnya.

Scripture Union Indonesia © 2017.