Mengelola berdasarkan kehendak Tuhan

2 Tawarikh 31:2-21

Seorang pemimpin disegani bukan hanya karena pidato-pidatonya yang menggugah atau karena kharismanya yang memukau. Seorang pemimpin dihormati juga bila ia memperlihatkan diri sebagai seorang yang patut diteladani.


Reformasi yang dilakukan oleh Hizkia belum selesai. Masih ada yang memerlukan pengaturan. Setelah menetapkan aturan tugas untuk para imam dan kaum Lewi, Hizkia memberikan persembahan untuk korban bakaran (3). Ia juga melibatkan rakyat untuk memberikan sumbangan yang akan dikhususkan bagi para imam dan kaum Lewi (4). Rakyat pun kembali memberikan respons positif. Mereka membawa hasil pertama dari persembahan khusus berupa hasil bumi, persembahan persepuluhan, dan persembahan khusus (5-10). Semuanya itu diberikan dalam jumlah besar.


Sebagai pemimpin, Hizkia tidak menghentikan tanggung jawabnya hanya sampai di situ. Ia tahu bahwa persembahan yang telah rakyat berikan harus dikelola secara bertanggung jawab. Oleh karena itu ia memerintahkan agar disediakan gudang-gudang penyimpanan untuk segala persembahan itu (11). Azarya, sebagai kepala rumah ibadat, tidak tinggal diam. Ia juga ikut terlibat untuk mengorganisir semua itu (13). Maka dibuatlah dua kelompok untuk mengelola persembahan tersebut. Yang satu untuk mengawasi penyimpanan serta penataannya (12-14), sementara yang lain mengatur pendistribusian untuk para imam dan kaum Lewi (15-19). Begitu teratur. Begitu teroganisir. Semua itu terjadi karena dalam segala sesuatu, Hizkia terlebih dahulu mencari kehendak Tuhan.


Prinsip ini seharusnya menjadi landasan bagi gerak pelayanan gereja atau lembaga pelayanan. Masa kini sudah banyak gereja/lembaga pelayanan yang dikelola secara profesional berdasarkan teori-teori manajemen yang brilian. Namun apakah sebelum menggunakan semua itu kita sudah lebih dahulu mencari kehendak Tuhan? Dan apakah penggunaan semua itu mewujudkan penggenapan kehendak-Nya atas apa yang harus dikerjakan oleh gereja/lembaga pelayanan?

Scripture Union Indonesia © 2017.