Tetap percaya pada kesetiaan Allah

Mazmur 137

Daerah dari mana kita berasal biasanya akan meninggalkan kenangan yang membekas kuat dalam ingatan kita. Pemazmur juga merindukan tempat asalnya, yaitu kota Yerusalem. Namun pemazmur sedang tidak berada di tanah airnya. Ia sendiri sedang ditawan di Babel, di tempat pembuangan. Setiap kali mengingat Sion, pemazmur sangat sedih dan meratap. Hancurnya Sion berarti hancur pula satu-satunya ikatan dengan tanah air mereka. Identitas bangsa Israel yang lekat dengan tanah pusaka sirna seiring hancurnya Sion. Seolah kesedihan mereka masih belum cukup, masih ditambahi dengan tingkah penjajah yang mengolok-olok mereka dengan meminta menyanyikan lagu sukacita khas Israel (3).


Yerusalem yang diyakini pemazmur sebagai takhta Allah Israel sehingga tidak mungkin akan runtuh, ternyata telah hancur. Konsep Allah yang berdiam di satu tempat (Yerusalem) digantikan konsep baru bahwa Ia adalah Allah Maha Hadir di semua tempat (lih. Yoh. 4:20-24), termasuk hadir di Babel. Walau masih dalam suasana kesedihan mendalam, pemazmur mengucapkan sumpah setia untuk tetap akan mengenang Yerusalem. Dengan demikian pemazmur menyatakan komitmennya kepada Tuhan bahwa ia akan terus setia kepada-Nya, meski sedang tertawan. Keadaan sulit yang dia alami tak melunturkan kepercayaannya kepada Tuhan (5-6). Jati diri yang lekat dengan Sion yang sudah hancur sekarang diletakkan pada Allah yang tidak dibatasi oleh tempat.


Dalam percaya akan keadilan Allah, pemazmur meminta supaya para musuh kini mendapatkan balasan yang setimpal dengan kejahatan mereka. Mereka adalah Edom, yang sebenarnya merupakan saudara Israel, tetapi menertawakan Israel di tengah penderitaan mereka (7); juga Babel, yang menjajah dan menjarah Israel (8-9). Keadilan Allah membuat kedua bangsa kemudian mengalami penghukuman.


Maka waktu kita dalam tekanan musuh, jangan lupa bahwa Tuhan tetap setia dan pasti menolong kita. Ingat dan bangun kembali komitmen untuk tetap setia kepada-Nya.

Scripture Union Indonesia © 2017.