Tetap memandang kepada Tuhan

Mazmur 123

Kesulitan adalah bagian dari realitas kehidupan. Di dalam pekerjaan kita menghadapi kepenatan. Di dalam keluarga kita menghadapi gesekan-gesekan. Bahkan di dalam pelayanan pun ada hal-hal yang tidak menyenangkan. Belum lagi ketika kita menghadapi tekanan karena iman kita. Bagaimanakah kesulitan-kesulitan itu mempengaruhi hubungan kita dengan Tuhan?


Analogi yang dipakai pemazmur untuk menggambarkan situasi seorang beriman yang berada dalam kesulitan adalah seorang hamba yang memfokuskan pandangannya ke tangan majikannya. Hamba laki-laki pada tuannya dan hamba perempuan pada nyonyanya. Pada masa itu, seorang hamba (=budak) yang mengalami kesulitan, tidak punya jalan lain dan tidak bisa berharap lain selain berharap kepada majikannya. Si hamba menyadari bahwa dirinya sepenuhnya adalah milik majikannya. Hanya majikannyalah yang memiliki kapasitas dan otoritas untuk melepaskan dirinya dari masalah yang menghimpit dia. Majikannyalah, dan bukan orang lain, yang memiliki kepentingan akan kebaikan dan kesehatan si hamba. Oleh karena itu, si hamba menyadari bahwa hanya dengan memohon belas kasihan dari majikannyalah ia akan mendapatkan kelegaan dan solusi yang dia butuhkan. Maka ia berkata, "demikianlah mata kita memandang kepada TUHAN, Allah kita, sampai Ia mengasihani kita" (2b).


Di dalam kesulitan yang tidak terlalu besar, mungkin kita masih bisa berpegang pada Tuhan. Akan tetapi, ketika kesulitan yang besar datang menimpa, seperti krisis keuangan bertubi-tubi yang menimpa usaha kita, penyakit kanker yang menimpa kita atau orang yang kita cintai, guncangan keras yang menerpa keutuhan keluarga kita, hingga rasanya kita tak tahu harus berbuat apa, masih bisakah kita memandang dan berharap kepada Tuhan? Ataukah kita akan mengalihkan pandangan kepada solusi-solusi alternatif? Kiranya Tuhan menolong kita untuk teguh berpegang kepada Dia ketika badai hidup menghantam kita.

Scripture Union Indonesia © 2017.