Mari kita pergi ke rumah Tuhan

Mazmur 122

Ketika tiba hari Minggu, dan saatnya untuk ke rumah Tuhan, perasaan apa yang muncul di hati kita? Setelah lelah bekerja selama lima atau enam hari, bagaimana keadaan hati kita ketika pergi ke rumah Tuhan? Seringkali "sukacita" bukanlah jawaban yang ada di hati kita bukan? Bagi orang-orang yang aktif terlibat dalam pelayanan mungkin yang terbayang adalah keletihan yang akan dihadapi sepanjang hari Minggu. Sebagian orang mungkin merasa tidak enak, ada yang mengganjal kalau belum ke gereja. Ada pula yang merasa berbeban berat karena harus bertemu Ibu A atau Bapak B. Ada pula yang merasa biasa-biasa saja karena ke gereja adalah bagian dari agenda rutin mingguan.


Daud mengungkapkan betapa bersukacita dan bergairahnya dia ketika orang mengajak dia pergi ke rumah Tuhan. Mazmur ini banyak berbicara tentang Yerusalem. Namun kita melihat di ayat 9 bahwa Yerusalem menjadi sumber sukacita dan gairah Daud bukan karena kota itu sendiri, melainkan karena adanya Bait Allah di situ. Dalam konteks kita, kita bisa meletakkan gereja dalam pandangan yang sama seperti Daud memandang Yerusalem.


Apa perasaan kita waktu melangkahkan kaki ke gereja? Dari ayat 8 dan 9 kita bisa mendengar gaung kerinduan hati Daud untuk melangkahkan kakinya ke Yerusalem. Di sana ia akan bertemu dengan saudara dan teman, orang-orang yang mencintai Tuhan. Di sana juga ada Rumah Tuhan. Di gereja kita bersekutu dengan sesama anak Tuhan, saudara seiman. Kita disegarkan kembali oleh perjumpaan dengan Allah.


Waktu melangkahkan kaki ke gereja, apa perasaan kita? Adakah kita memiliki sukacita dan gairah seperti yang Daud miliki? Jika sukacita dan gairah itu telah pudar dimakan waktu, dimakan kesibukan kita di gereja, dimakan oleh keletihan pelayanan kita, inilah saatnya kita berhenti dan berdoa, meminta Tuhan memulihkan kembali sukacita dan gairah untuk datang ke rumah Tuhan: bersekutu dengan saudara seiman dan memuji Allah.

Scripture Union Indonesia © 2017.