Penjaga umat Tuhan

Yehezkiel 32:1-20

Bagaimanakah sikap seharusnya seorang anak Tuhan terhadap sesamanya?
Apakah seperti yang diucapkan Kain, “Apakah aku penjaga adikku?”,
ketika Tuhan bertanya mengenai Habil, saudaranya itu (Kej. 4:9)?


Tuhan memanggil Yehezkiel sebagai penjaga umat-Nya karena Dia tak
ingin seorang pun dari umat-Nya binasa (ayat 11). Delapan kali
kata “bertobat” dipakai di perikop ini, menandakan keseriusan
Tuhan menyelamatkan umat-Nya. Tanpa dijaga, dibimbing, dan
diingatkan betapa mudah mereka tergelincir menyangkal Tuhan dan
memilih hidup mendurhaka. Bukankah itu pengalaman para nabi
sebelum Yehezkiel. Betapa mudah umat Tuhan bermanis bibir, dengan
berkata akan setia kepada Tuhan, tetapi hati mereka jauh dari
Tuhan dan perilaku mereka menunjukkan kebebalan hati mereka.


Penjaga umat bertugas seperti penjaga kota. Ketika melihat musuh
mendekat untuk menyerbu, ia langsung membunyikan tanda bahaya
sehingga warga kota sempat siaga. Tugas itu tidak mudah, penuh
risiko, dan menuntut tanggung jawab tinggi. Tidak mudah karena
harus selalu waspada, tidak boleh terlena. Penuh risiko karena
kelengahan akan dibayar mahal, minimal dengan nyawanya sendiri
dan maksimal seluruh kota akan binasa. Tanggung jawab tinggi
karena nyawa orang yang jadi taruhannya.


Menjadi penjaga umat Tuhan tidak mudah. Kalimat “tidak mengerti
kehendak Tuhan”, “perintah-Nya tidak masuk akal”, dan “firman-Nya
sudah ketinggalan zaman” sering terucap dari umat sebagai dalih
untuk menolak taat. Di tambah lagi, sikap melawan itu ditujukan
bahkan dengan ancaman kepada para penjaga yang setia dan berani.


Siapa yang bisa menjadi penjaga umat Tuhan? Bukankah Allah sendiri
adalah penjaga umat-Nya (Mzm. 121)? Kalau begitu, merupakan suatu
kehormatan bila kita dipercaya menjadi penjaga sesama kita. Maka
marilah kita saling menjaga, menegur, dan menasihati agar kita
yang kuat, tidak jatuh, dan yang jatuh dapat bangkit kembali oleh
anugerah Tuhan.

Scripture Union Indonesia © 2017.