Meneladani sikap Farisi atau Yesus?

Markus 2:13-17

Bagaimana sikap kita terhadap orang yang kita anggap jahat?
Seandainya ada tetangga kita yang mantan narapidana kembali ke
rumahnya, bagaimana kira-kira sikap kita dan lingkungan kita
terhadap dia? Mungkin sebagian besar akan menjauhi dia. Bahkan
berprasangka buruk terhadap dia. Lalu apakah Allah juga menjauhi
dia?


Perikop hari ini menunjukkan hal yang berbeda. Yesus memanggil Lewi,
si pemungut cukai, untuk mengikut Dia. Ini menimbulkan tanda
tanya besar dalam benak ahli-ahli Taurat dari golongan Farisi.
Apalagi Yesus bukan hanya memanggil Lewi, tetapi ikut makan juga
di rumahnya bersama pemungut cukai lain dan orang-orang berdosa
(ayat 14-15). Bagi orang-orang Farisi yang setia memelihara Hukum
Taurat, pemungut cukai serta orang-orang berdosa adalah kelompok
yang harus dijauhi. Tak layak untuk didekati sebab para pemungut
cukai bekerja untuk pemerintahan Romawi yang dianggap kafir. Maka
mereka pun dianggap menjadi najis. Apalagi mereka bekerja dengan
tamak. Orang-orang berdosa juga harus dijauhi karena mengingkari
Hukum Taurat dan melanggar peraturan Farisi. Namun bagi Yesus,
para pemungut cukai dan orang-orang berdosa harus dirangkul masuk
ke dalam Kerajaan Allah. Orang-orang tersebut bagai orang sakit
yang harus disembuhkan. Dan itulah tujuan utama kedatangan Yesus,
yaitu untuk memanggil orang berdosa supaya bertobat. Dengan
demikian kehadiran Kerajaan Allah menjadi nyata bagi kaum yang
tersisih (ayat 17).


Sebagai pengikut Kristus, bagaimana sikap kita terhadap orang-orang
yang dikucilkan? Sebagai gereja, apakah kita sudah peka dan
membuka mata hati bagi orang-orang yang disingkirkan? Ataukah
gereja yang telah mengalami penerimaan Allah bersikap tak peduli
dan sibuk membangun diri hingga bak menara gading? Atau malah
terjun sebagai pemain baru dan ikut mengucilkan orang-orang yang
dipinggirkan? Kiranya Tuhan menolong kita untuk memiliki hati
seperti Dia: melihat bahwa orang berdosa memerlukan Kristus.

Scripture Union Indonesia © 2017.