Hikmat lebih berharga

Amsal 16:1-17

Pasal 16 ini dibuka dengan pengajaran mengenai kedaulatan Allah.
Manusia boleh merencanakan jalannya sendiri, namun pada akhirnya
Allahlah yang menentukannya. Ini bukan berarti manusia tidak
perlu merencanakan apapun (fatalis), melainkan ia harus belajar
berserah pada kedaulatan Allah (3). Kedaulatan Allah bahkan
mencakup hal-hal yang sulit untuk dipahami misalnya keberadaan
orang fasik (4). Namun Allah tentu punya maksud tersendiri ketika
menjadikan segala sesuatu ada di dunia ini.


Kata Allah muncul 9 kali di ayat 1-11, raja muncul 5 kali di ayat
10-15. Keunikan posisi raja di sini dikaitkan dalam konteks
pemerintahan Allah di dunia. Seperti Allah, seorang raja memiliki
kuasa yang besar dalam perkataan dan perbuatan. Ia juga
bertanggung jawab untuk memerintah dengan adil dan benar.
Dikaitkan dengan kedaulatan Allah, pemerintahan raja tidak berada
di luar kedaulatan-Nya. Seorang raja harus tetap menyadari bahwa
ia sendiri berada di bawah pemerintahan Allah yang Mahakuasa.
Pengertian demikian akan menghindarkan dia dari berlaku fasik
(12). Sekalipun kekuasaan raja besar, namun orang bijak
melampauinya (14). Seorang raja sendiri perlu dikendalikan oleh
hikmat yang dari Allah. Dengan demikian wajahnya memancarkan
cahaya kehidupan dan kebaikan (15).


Itu sebabnya pengejaran hikmat merupakan hal yang terpenting (16).
Tanpa hikmat, seorang yang dipercayakan kuasa serta posisi yang
tinggi dalam masyarakat akan mencelakakan orang-orang di
sekelilingnya. Hikmat bukan saja lebih berharga daripada
kekuasaan yang besar, melainkan juga lebih berharga daripada
segala harta kekayaan. Hidup berhikmat artinya menjauhi kejahatan
(17). Kejujuran adalah jalan hikmat. Jalan hikmat tidak hanya
menyelamatkan orang lain, tetapi juga diri sendiri (17).


Bila hikmat jauh lebih berharga dari pada harta kekayaan, juga jauh
lebih berharga daripada kekuasaan, bukankah sudah selayaknya kita
mengejar dan memiliki hikmat?

Scripture Union Indonesia © 2017.