Kekudusan pernikahan

Bilangan 5:11-31

Kekudusan dalam pernikahan penting untuk dipelihara. Dalam konteks
bangsa Israel saat itu, agar berkat Allah tetap tercurah atas
mereka.


Bila seorang suami mencurigai istrinya telah berlaku tidak setia
(12-14) maka, entahkah si istri terbukti atau tidak terbukti
bersalah, si suami harus membawa istrinya kepada imam dan membawa
persembahan tepung jelai sebagai korban cemburuan (15). Ini
menandakan bahwa si suami mengharapkan keadilan Allah atas
kejahatan yang telah dilakukan istrinya. Imam akan menguraikan
rambut perempuan itu dan meletakkan korban cemburuan ke telapak
tangan si perempuan (18). Lalu imam akan menyumpah perempuan itu
dengan sumpah kutuk (19-22). Setelah itu si perempuan harus
meminum air kudus yang telah dibubuhi debu dari lantai Kemah Suci
(17, 23-24). Bila kemudian terjadi perubahan dalam dirinya
sebagai akibat meminum air itu, itulah bukti bahwa si perempuan
bersalah (27). Namun bila tidak ada perubahan apapun, perempuan
itu terbukti suci (28). Entahkah si istri terbukti atau tidak
terbukti bersalah, si suami tidak akan disalahkan karena
kecemburuannya (31).


Bagi kita yang hidup sekarang, peraturan ini tampak berat sebelah.
Pengikut feminisme (gerakan wanita yang menuntut persamaan hak
antara wanita dan pria) akan memprotes ketidakadilan gender ini:
apakah si istri berhak melakukan hal yang sama bila ia mencurigai
suaminya telah berlaku tidak setia? Memang tidak. Karena bangsa
Israel mengikuti garis otoritas yang ditetapkan Allah: laki-laki
bertanggung jawab kepada Allah dan perempuan bertanggung jawab
kepada suami atau ayahnya. Peraturan tadi merupakan pedoman bagi
umat Allah dalam menangani masalah ketidaksetiaan seorang istri.
Bila suami yang tidak setia, Allah sendiri yang akan menjadi
Hakimnya (band. Ibr. 13:4). Maka bila Allah sendiri menghendaki
kekudusan pernikahan, tentunya pasangan suami istri yang sudah
dipersatukan oleh Allah juga harus saling menjaga kekudusan
pernikahannya.

Scripture Union Indonesia © 2017.