Belajar dari masa lalu!

Ayub 29:1-25

Apa pentingnya mengingat masa lalu? Adakah sesuatu yang bisa
dipelajari dari sejarah? Bergantung bagaimana kita menyikapinya,
sejarah bisa menjadi cambuk positif yang memacu sikap kita
sekarang untuk mengantisipasi masa depan. Atau sebaliknya, kita
bisa menjadi frustasi karena tidak mampu keluar dari jebakan masa
lalu.


Ketika Ayub mengingat-ingat masa lalunya, ia menyadari beberapa hal.
Pertama, Tuhan mengasihinya. Tuhan memelihara dan menuntun Ayub
dalam situasi baik (ayat 5-6) dan keadaan buruk (ayat 3). Oleh
karena itu, kedua, Ayub bertumbuh menjadi seseorang yang mengasihi
Allah dan mengasihi sesama. Hidupnya diabdikan untuk menolong
orang-orang yang kesusahan (ayat 12), menghibur mereka yang
menderita (ayat 13). Tindakannya senantiasa adil, bagi orang
tertindas ia adalah pembela (ayat 14-16) dan untuk orang lalim
Ayub seorang hakim yang tegas (ayat 17). Ketiga, dengan kualitas
hidup yang seperti itu, Ayub dihormati oleh banyak orang. Orang
muda hormat kepadanya (ayat 7-8) dan para pejabat serta petinggi
pemerintahan segan terhadapnya (ayat 9-10). Kehadirannya yang
menebarkan pengharapan, kesejukan, dan sukacita selalu ditunggu
orang lain (ayat 21-23). Namun, hal keempat yang juga disadari
Ayub adalah ia tidak boleh terninabobo oleh masa lalu. Kenyataan
itu sudah lewat (ayat 18-20). Ia tidak lagi menjadi penuntun hidup
bagi sesama, pemberi sukacita bagi orang berduka, dan pendorong
semangat bagi mereka yang putus asa (ayat 24-25).


Sebagai anak Tuhan yang sudah ditebus, kita menengok ke belakang pada
kayu salib Kristus agar iman kita diteguhkan untuk menghadapi
masa kini. Kita harus mengarahkan pengharapan kita ke depan,
kepada janji Allah yang akan digenapi-Nya pada waktu-Nya. Jalani
hidup ini dalam kasih, sehingga hidup ini berarti bagi diri
sendiri, menjadi berkat bagi sesama, dan berkenan bagi Dia.


Responsku:
_________________________________________________________________
_________________________________________________________________

Scripture Union Indonesia © 2017.