Yesus membongkar kepalsuan

Matius 23:1-15


Tuhan Yesus kini mempertentangkan orang Farisi dan para pemimpin
agama dengan fakta-fakta kebobrokan mereka. Ia sebenarnya
menghargai posisi ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Ia bahkan
menganjurkan para murid-Nya untuk menerima dan melakukan ajaran
mereka (ayat 3). Yang Ia persoalkan di sini adalah sikap hidup
mereka. Pengajar yang benar di hadapan Tuhan adalah mereka yang
bukan hanya mengajar orang lain melainkan juga mengajar diri
sendiri, sehingga totalitas kehidupan mereka menjadi pengajaran
yang hidup. Pengajar yang baik bersedia menanggung beban yang
berat di atas bahu sendiri, bukan justru meletakkannya pada bahu
orang lain.


Orang-orang Farisi itu bukan hanya tidak melakukan apa yang mereka
ajarkan (ayat 4), mereka menjalankan segala kegiatan rohani
bukan untuk Allah, melainkan untuk dipuji manusia (ayat 5-7). Di
balik kegiatan rohani mereka terselubung keinginan untuk beroleh
hormat dan pujian (ayat 8). Sikap demikian merusak hakikat
agama. Kerohanian dan kegiatan ibadah masih mereka lakukan,
namun motivasinya adalah penyembahan diri sendiri. Seharusnya
keagamaan yang sejati adalah hidup di hadapan Allah, entah
dilihat manusia atau tidak. Hidup demikian menghasilkan
penghormatan sejati kepada Allah. Orang demikian tidak akan
menyesuaikan kerohanian dengan pendapat manusia.


Pemimpin rohani tidak boleh menuntut disebut Rabi (ayat 8) dan orang
yang dipimpin harus menjauhi pemberian hormat berlebihan kepada
pemimpin (ayat 9). Pemimpin sejati harus belajar menjadi murid,
rendah hati, serta tunduk ke bawah otoritas Allah sebagai
kekuatan kepemimpinannya. Kultus individu tidak saja mengancam
dunia politik, lebih lagi ia merupakan bahaya laten dalam
kerohanian.


Renungkan:
Baik pemimpin maupun umat harus menjaga bahwa kehormatan adalah
milik Tuhan dan pengaruh dalam kepemimpinan adalah karunia Allah
yang harus dijalani dalam sikap hamba bukan sikap tuan.

Scripture Union Indonesia © 2017.