Pengharapan jiwa yang tertekan.

Mazmur 42
Minggu Epifania ke-4

Bagaimana perasaan Anda bila Anda tinggal di lingkungan yang
tidak seiman, tidak ada saudara dan teman seiman untuk berdoa
dan bersekutu. Ditambah lagi, lingkungan itu tidak menyukai Anda
karena Anda orang Kristen. Mereka menekan Anda dengan sikap
tidak bersahabat, dan bahkan mengejek Tuhan Yesus yang bagi
mereka bukan Tuhan.


Ada penafsir yang berpendapat bahwa Mazmur 42 ditulis oleh seorang
Israel yang sedang mengalami pembuangan di Babel. Ia harus hidup
di negeri asing yang menyembah berhala. Sementara itu, ia
sendiri tidak dapat beribadah kepada Tuhannya dengan cara yang
biasa, mungkin sekali situasi bertambah berat karena orang-orang
Babel memperlakukan orang Israel seakan-akan Allah orang Israel
tidak mampu menolong mereka.


Namun demikian, pemazmur tidak tinggal bahkan tenggelam dalam
keadaan tertekan itu. Ia bangkit dari situasi itu. Ia menasihati
jiwanya sendiri untuk keluar dari depresi. Apa yang dapat
menolong pemazmur keluar dari perasaan-perasaan yang menekannya?


Pertama, pemazmur mengingat-ingat antuasiasme ibadahnya pada masa
lampau, bagaimana dulu ia begitu bersemangat dalam menyembah
Allah (ayat 5). Hubungannya dengan Allah begitu dekat dan intim.
Maka hal itu mendorong si pemazmur untuk berpengharapan akan
mengalami lagi saat-saat indah bersekutu dengan Allah.


Kedua, pemazmur mengingat-ingat kebesaran Allah dalam alam (ayat 8)
dan kasih setia Tuhan yang telah dinyatakan dalam kehidupannya
sehingga ia bisa menaikkan nyanyian dan doa syukur kepada-Nya.
Pemazmur meyakini Allah tetap setia dan tetap satu-satunya
perlindungannya. Oleh karena itu ia sekali lagi menguatkan
jiwanya dan kembali menaruh pengharapan kepada-Nya.


Renungkan:
Anak-anak Tuhan hanya dapat keluar dari depresi yang dahsyat
jika menaruh pikiran kepada Allah yang terbukti setia pada masa
lampau.

Scripture Union Indonesia © 2017.