Allah, Rakyat, Raja.

1Tawarikh 11:1-9
Minggu Epifania 4

Ada berbagai sistem pemerintahan dalam dunia ini: sistem teokrasi,
monarki, dll. Masing-masing teori melihat dirinya paling benar dan
baik, namun praktiknya tak satu pun yang sempurna. Sistem teokrasi
sering diperalat oleh sistem monarki karena banyak raja tidak saja
menganggap dirinya utusan Allah, malah cenderung menganggap
dirinya adalah jelmaan allah.


Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru menegaskan senada bahwa
bagaimanapun sistem yang dipakai, prinsip yang harus dihayati
adalah kekuasaan berasal dari Allah dan penguasa selalu harus
mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah. Pilihan Allah tidak
boleh dilihat sekadar pembenaran bagi kekuasaan, tetapi juga
sebagai tuntutan untuk bertindak benar. Pilihan Allah juga tidak
begitu saja meminta dukungan bulat dan keterlibatan rakyat, tetapi
justru membangkitkan persatuan. Di dalam pimpinan Allah,
terjadilah hubungan saling dukung dan saling cek antara nabi,
rakyat dan raja, karena, demi, dan untuk Allah.


Prinsip-prinsip ini tampil dengan indah dalam bagian ini. Sebenarnya
sejak akhir masa kepemimpinan Saul, Daud sudah berperanan sebagai
pemimpin. Tetapi, baru sesudah sekitar 20 tahun sejak ia diurapi
Samuel, pengokohan datang dari inisiatif rakyat sendiri. Daud
adalah raja karena keputusan Allah yang datang dalam firman-Nya
(ayat 2). Itu sebabnya rakyat Israel seluruhnya mengaku Daud
sebagai saudaranya (ayat 1), dan pemilihan Allah itu telah
terbukti dalam kenyataan kemampuan Daud memimpin menjadi
raja-gembala (ayat 2). Pengokohan dari rakyat lalu diikuti oleh
kemenangan Daud menjadikan Yerusalem sebagai ibu kota.


Renungkan: Hakikat kepemimpinan bukanlah pemusatan kuasa, tetapi pembagian
kuasa dari Allah melalui umat kepada pemimpin, agar pemimpin
menjadi gembala dari Allah untuk umat-Nya.

Scripture Union Indonesia © 2017.